Nama : Mochammad Abrianto
Kelas : 4PA05
Npm : 10507290
Apple: iPhone 4 Lebih Sering Drop Call
Isu antena iPhone 4 adalah masalah klasik yang melibatkan software dan hardware iPhone.
SENIN, 19 JULI 2010, 17:25 WIB
VIVAnews - Akhir pekan lalu, Apple mengakui bahwa tingkat drop call iPhone 4 lebih tinggi dibanding iPhone 3GS, meski selisihnya hanya sekitar satu persen.
Data tersebut diterima Apple dari mitranya, yakni AT&T, salah satu operator seluler di Amerika Serikat yang memiliki 210 juta pelanggan, seperti dilansir laman Apple Insider, Senin 19 Juli 2010.
"Kami tahu dan situasinya sangat sulit. Ketika kami menerima data tersebut, kami tidak melihat ada persoalan yang signifikan," kilah Steve Jobs,chief executive Apple. "Masalahnya, isu (drop call)ini berdampak pada pengguna dengan persentase kecil."
Jobs, yang berbicara di sela konferensi pers isu antena iPhone 4, mengemukakan teori, "Desain baru dari iPhone 4 dengan antena tak sengaja menyebabkan memunculkan isu-isu baru yang terlihat oleh pengguna."
"Ketika iPhone 3GS keluar, produk itu memiliki desain yang mirip dengan iPhone 3G, sehingga pengguna bisa memakai case (kulit) iPhone sebelumnya.
Bahkan, pelanggan iPhone 3GS baru pun bisa membeli case iPhone 3G yang banyak tersedia di toko-toko karena memang secara fisik bentuknya tidak berubah.
Sementara itu, pengguna iPhone 4, menurut Jobs, lebih sulit untuk menemukan case karena memang belum banyak form factor yang keluar untuk produk anyarnya tersebut.
Teori Jobs tersebut terbukti dengan apa yang dipaparkan harian New York Times, yang mengatakan isu antena pada iPhone 4 adalah masalah klasik yang melibatkan software dan hardware iPhone.
Sumber:
http://teknologi.vivanews.com/news/read/165552-apple--iphone-4-lebih-sering-drop-call
Jumat, 05 November 2010
Selasa, 19 Oktober 2010
psikologi konsumen
Nama : Mochammad Abrianto
Kelas : 4PA05
Npm : 10507290
PSIKOLOGI KONSUMEN
PHILIP HDD100 HDD060
Gudangnya Lagu Digital
Pangsa pasar MP3 player yang semakin bertumbuh dari tahun ke tahun diantisipasi Philips dengan mengeluarkan dua jenis player MP3 – nya sekaligus. Player pertama yang termasuk kategori MP3 player jukebox adalah HDD100 dan yang kedua yang berukuran ekstra kecil yaitu HDD060. Dengan dimensi 106.4x64.4 x 19.9 mm, bobot 167 gram dan kapasitas hard disk 15 GB (kurang lebih 3000 lagu), Philips HDD100 telah menambah jajaran player MP3 jukebox player yang jumlahnya relatif masih sedikit hadir dipasaran. Sebut saja seperti Apple iPod, creative zen, Archos GMINI, dan iRiver Ihp. Berbeda dibandingkan iPod yang tampil sedikit ``feminism` dengan warna putih, HDD100 memiliki warna kehitaman dengan bahan yang terbuat dari magnesium dengan polesan kilap. Untuk menumbuhkan kebutuhan transfer lagu (MP3 dan WMA) yang cepat dengan PC, HDD100 telah menggunakan standar interface USB 2.0. Player dengan layer LCD berukuran 160 x 128 pixels ini juga memiliki encoder internal yang dapat digunakan untuk merekam suara baik dari input microphone, analog lin, atau digital-optical line.
Berbeda dengan HDD100, Philips 060 memiliki ukuran yang lebih kecil layaknya kartu kredit dengan ketebalan 1.8 cm. agar ukurannya kecil, Philips menggunakan hard disk mikro 1.5 GB yang juga digunakan MP3 Player Rio Nitrus dan creative Nomad MuVo2.
Nama Tabloid: CHIP
Edisi : 11
Tahun : 2003
Philips tersebut sangat lebih bagus dari segi bentuk serta kapasitas memori jauh lebih besar dari produk-produk lainnya dan bentuknya layarnya lebih kecil dan simple untuk melihat dan mudah untuk disimpan, dan mudah di bawa kemana saja.
Kelas : 4PA05
Npm : 10507290
PSIKOLOGI KONSUMEN
PHILIP HDD100 HDD060
Gudangnya Lagu Digital
Pangsa pasar MP3 player yang semakin bertumbuh dari tahun ke tahun diantisipasi Philips dengan mengeluarkan dua jenis player MP3 – nya sekaligus. Player pertama yang termasuk kategori MP3 player jukebox adalah HDD100 dan yang kedua yang berukuran ekstra kecil yaitu HDD060. Dengan dimensi 106.4x64.4 x 19.9 mm, bobot 167 gram dan kapasitas hard disk 15 GB (kurang lebih 3000 lagu), Philips HDD100 telah menambah jajaran player MP3 jukebox player yang jumlahnya relatif masih sedikit hadir dipasaran. Sebut saja seperti Apple iPod, creative zen, Archos GMINI, dan iRiver Ihp. Berbeda dibandingkan iPod yang tampil sedikit ``feminism` dengan warna putih, HDD100 memiliki warna kehitaman dengan bahan yang terbuat dari magnesium dengan polesan kilap. Untuk menumbuhkan kebutuhan transfer lagu (MP3 dan WMA) yang cepat dengan PC, HDD100 telah menggunakan standar interface USB 2.0. Player dengan layer LCD berukuran 160 x 128 pixels ini juga memiliki encoder internal yang dapat digunakan untuk merekam suara baik dari input microphone, analog lin, atau digital-optical line.
Berbeda dengan HDD100, Philips 060 memiliki ukuran yang lebih kecil layaknya kartu kredit dengan ketebalan 1.8 cm. agar ukurannya kecil, Philips menggunakan hard disk mikro 1.5 GB yang juga digunakan MP3 Player Rio Nitrus dan creative Nomad MuVo2.
Nama Tabloid: CHIP
Edisi : 11
Tahun : 2003
Philips tersebut sangat lebih bagus dari segi bentuk serta kapasitas memori jauh lebih besar dari produk-produk lainnya dan bentuknya layarnya lebih kecil dan simple untuk melihat dan mudah untuk disimpan, dan mudah di bawa kemana saja.
Jumat, 08 Oktober 2010
psikologi konsumen
Nama : Mochammad Abrianto
Kelas : 4PA05
NPM : 10507290
Mengukur Tingkat Kepuasan Pelanggan: Perspektif Psikologi Konsumen
Fenomena universial yang terjadi di dunia bisnis dalam era global saat kini, selalu berhadapan dengan situasi kompetisi yang semakin menajam, baik dalam pasar domestik maupun di pasar internasional.
Guna memperoleh kemenangan dalam persaingan itu, maka perusahaan harus mampu memberikan kepuasan terhadap para pelanggannya, dengan strategi yang relevan sesuai dengan karakteristik produknya, melalui berbagai cara; misalnya saja dengan memberikan produk yang mutunya lebih baik, harganya lebih murah, pengantaran dan penyerahan produknya lebih cepat, pelayanannya lebih baik, bila dibandingkan dengan apa yang diperbuat oleh pesaingnya.
Apabila hal itu terjadi sebaliknya, yaitu produk dengan mutu yang jelek, harganya mahal, pengantaran produknya lambat, pelayanannya seenaknya, maka keadaan ini pasti memberikan ketidakkepuasan bagi pelanggan.
Pelanggan yang memasuki situasi “jual-beli” pasti memiliki harapan-harapan tertentu, angan-angan tentang perasaan yang ingin mereka rasakan ketika mereka menyelesaikan suatu transaksi jual-belinya terhadap produk yang akan digunakan untuk kepentingan/keperluannya. Mereka juga ingin menikmati pelayanan yang dibayar untuk penguasaan sebuah produk yang ditawarkan.
Fenomena yang digambarkan di atas, kemungkinan tidak terjadi dan bahkan cenderung terabaikan, apabila kondisi pasarnya bersifat monopoli, sedangkan produknya pasti diperlukan oleh pelanggannya, karena produk yang dihasilkan menyangkut kebutuhan yang vital bagi pelanggannya. Sehingga bagi pelanggan hanya memiliki satu pilihan, yaitu, ya atau tidak, mau atau tidak.
Produsen mempunyai kekuasaan absolut untuk mempermainkan situasi persaingan atau bahkan perebutan bagi kalangan pelanggannya. Oleh karena itu, produsen cenderung sewenang-wenang dalam memerankan dirinya, kadang-kadang menjadi lupa untuk memperhatikan mutu pelayanan yang seharusnya diberikan kepada para pelanggannya, untuk mencapai tingkat kepuasan tertentu.
Tingkat kepuasan pelanggan selalu terkait dan tergantung dengan mutu suatu produk yang dihasilkan oleh produsen. Sedang suatu produk dikatakan bermutu bila produk tersebut memenuhi kebutuhan pengguna/pelanggannya.
Aspek mutu ini bisa diukur. Dengan demikian, pengukuran tingkat kepuasan pelanggan memiliki kaitan yang erat sekali dengan mutu produk baik berupa barang atau jasa.
KEPUASAN PELANGGAN (Customer Satisfaction)
Pengertian Kepuasan Pelanggan
Pengertian kepuasan pelanggan, tidak mudah untuk dirumuskan, sebab menurut Susan Fournier dan David Glen Mick, kepuasan pelanggan, digambarkan, sebagai:
1. Merupakan proses yang dinamis.
2. Kepuasan memiliki dimensi sosial yang kuat.
3. Di dalam kepuasan mengandung komponen makna dan emosi yang integral.
4. Proses kepuasan bisa bergantung pada konteks dan saling berhubungan antara berbagai paradigma, model dengan mode.
5. Kepuasan produk selalu berkaitan dengan kepuasan hidup dan kualitas hidup itu sendiri.
Untuk keperluan penulisan ini, penulis sependapat dengan Richard Oliver (James G. Barnes, 2001), yang dinyatakan bahwa kepuasan pelanggan, sebenarnya merupakan tanggapan yang diberikan oleh pelanggan (customer) atas terpenuhinya kebutuhan, sehingga memperoleh kenyamanan.
Dengan pengertian itu, maka penilaian terhadap suatu bentuk keistimewaan/ kelebihan dari suatu barang/jasa ataupun barang/jasa itu sendiri, dapat memberikan suatu tingkat kenyamanan yang berhubungan dengan pemenuhan suatu kebutuhan, termasuk pemenuhan kebutuhan yang sesuai dengan harapan, atau pemenuhan kebutuhan yang dapat melebihi harapan pelanggan.
Kepuasan Pelanggan bersifat Temporer dan Variatif
Dalam kenyataannya, bahwa kepuasan pelanggan bersifat temporer, karena apa yang dirasakan puas pada satu situasi, belum tentu menjamin kepuasan pada situasi yang lain. Demikian juga, puas bagi satu pelanggan dalam menanggapi kelebihan/ keistimewaan dari suatu produk pada situasi yang sama, belum tentu dirasakan sama dalam memperoleh kepuasan bagi pelanggan yang lain. Sehingga dapat dinyatakan bahwa kepuasan pelanggan sangat bervariaf.
Makna Kepuasan Pelanggan
Dengan sifat kepuasan yang seperti yang digambarkan di atas, maka dapat dinyatakan bahwa makna dari kepuasan, sebenarnya menggambarkan suatu target yang berubah-ubah dalam pemenuhan kebutuhan yang dibawa oleh pelanggan pada masing-masing transaksi dengan suatu produsen/perusahaan.
Masing-masing pelanggan, akan memasuki pada suatu transaksi jual-beli dengan serangkaian kebutuhan pada tingkat yang berbeda-beda, sesuai dengan kondisi mereka. Berkenaan dengan target ini, maka memerlukan ukuran atau standar tertentu yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan atas mutu produk tertentu. Sedangkan mutu produk yang dipertaruhkan untuk memberikan kepuasan bagi pelanggan, sependapat dengan Montgomery (1985), ada 2 macam, yaitu :
1. Quality of design (mutu desain),
2. Quality of comparmance (mutu kecocokan).
Faktor yang Menjadi Pemicu Terhadap Kepuasan Pelanggan
Sependapat dengan Barnes (2001), maka dapat diidentifikasikan bahwa faktor yang dapat menentukan kepuasan pelanggan adalah :
1. Pelayanan dengan nilai tambah,
2. Tampilan dari produk atau jasa,
3. Aspek bisnis,
4. Kejutan-kejutan yang dapat memberikan rangsangan emosi (senang/tidak), untuk melakukan penilaian intangible (yang tidak terlihat), pada saat pelayanan diberikan.
Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kepuasan Pelanggan
Kunci utama yang mempengaruhi kepuasan pelanggan, adalah interaksi antara produsen/perusahaan dengan pelanggan yang mempunyai kualitas rangsangan terhadap perasaan nyaman, yang dirasakan oleh pelanggan.
Dengan keadaan itu, maka faktor yang dapat mempengaruhi dapat diidentifikasi dalam 5 level, yang di dalamnya akan melibatkan semakin banyak kontak antar pribadi dengan para karyawan dan penyedia jasa.
Ke-lima level yang dimaksudkan adalah :
1. Produk atau jasa inti
* Level ke-1, ini merupakan esensi dari penawaran yang dapat mewakili produk/ jasa inti yang disediakan oleh perusahaan (produsen).
* Penetapan produk/jasa inti ini merupakan hal yang paling mendasar untuk ditawarkan kepada pelanggan, sekaligus menjadikan hal yang paling sulit bagi perusahaan (produsen), untuk membuatnya lain dari yang lain.
* Untuk market yang kompetitif, maka mau tidak mau perusahaan harus dapat menetapkan produk intinya secara tepat, karena bila tidak ditetapkan, maka hubungan dengan pelanggan tidak akan pernah bisa diawali.
2. Sistem dan pelayanan pendukung
* Pada level ke-2 ini, mencakup layanan pendukung yang dipandang dapat mendukung peningkatan kelengkapan dari layanan atau produk inti.
* Perangkat yang menjadi pendukung pada level ini, misalnya saja: sistem pembayaran dan penghantaran, kemudahan memperoleh produk dan pelayanannya, jam pelayanan, level karyawan, pendukung teknis dan perbaikan, sistem komunikasi dan informasi, dan sejenisnya.
3. Performa teknis
* Level ke-3 ini, terkait dengan apakah perusahaan sudah menetapkan produk inti maupun layanan pendukungnya itu sudah dilakukan secara tepat dan benar.
* Fokus yang harus dipertimbangkan pada level ini, adalah perusahaan dapat menampilkan produk barang/jasa sesuai dengan apa yang dijanjikan kepada pelanggan.
4. Elemen interaksi dengan pelanggan
* Pada level ke-4, sebenarnya mengacu pada prinsip interaksi penyedian jasa dengan pelanggan baik melalui tatap muka, atau melalui kontak yang berbasis pada teknologi.
* Perusahaan harus dapat menyediakan sistem paralel atau sistem alternatif yang memungkinkan pelanggan dapat berhubungan dengan pelanggan secara lebih pribadi.
5. Elemen emosional– Dimensi Afektif Pelayanan. (Barnes, 2001).
* Pada level ke-5, manajer perusahaan penyedia jasa harus dapat mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan yang dapat memberikan pesan halus untuk disampaikan kepada pelanggan, sehingga dapat menumbuhkan perasaan yang positif dalam diri pelanggan terhadap produk maupun perusahaannya.
* Banyak riset membuktikan bahwa ketidakpuasan pelanggan tidak berhubungan dengan kualitas produk/jasa inti, akan tetapi tekanannya lebih mengarah kepada aspek dari interaksi pelanggan dengan penyedia jasa dan karyawan- karyawannya.
PENGUKURAN TINGKAT KEPUASAN PELANGGAN
Manfaat Pengukuran Kepuasan Pelanggan bagi Pimpinan Bisnis.
Sebagaimana yang dipaparkan sebelumnya bahwa tingkat kepuasan pelanggan, sangat tergantung pada mutu dari suatu produk. Sedangkan aspek mutu dari suatu produk barang atau jasa itu, dapat diukur. Sependapat dengan Supranto (2001), bahwa pengukuran aspek mutu ini, bagi pimpinan bisnis (produsen), mempunyai nilai yang stategik, yaitu :
1. Untuk mendeteksi dan mengetahui dengan secara baik tentang jalannya proses bisnis.
2. Mengetahui secara tepat, di mana harus melakukan perubahan dan perbaikan terus-menerus, dalam upayanya untuk memuaskan pelanggan.
3. Menentukan perubahan yang dilakukan, mengarah kepada perbaikan.
Trend Penggunaan Ukuran Kepuasan Pelanggan.
Trend penggunaan ukuran kepuasaan pelanggan, yang berkembang sampai saat ini, mengarah pada dua kecenderungan :
1. Soft measures (ukuran lunak) :
* menggunakan indeks subyektif.
* indikator yang digunakan adalah hal- hal yang tidak terlihat nampak (intangible) : misalnya ”mutu” dari jasa.
* fokus yang diukur adalah persepsi dan sikap
* persepsi dan sikap pelanggan terhadap organisasi yang memproduksi barang/jasa, dimanfaatkan untuk mencari peluang peningkatkan dalam membuat keputusan bisnis yang lebih baik.
* alat yang digunakan untuk mengukur kepuasan pelanggan dalam setting ukuran lunak ini adalah kuesioner.
* ukuran lunak ini lebih tepat mengukur kepuasan pelanggan untuk perusahaan jasa.
2. Hard measures (ukuran keras) :
* menggunakan indeks obyektif.
* indikator yang digunakan adalah hal- hal yang terlihat dengan jelas (tangible).
* fokus yang diukur adalah besaran produk (berat, ukuran panjang atau luas dari suatu produk), waktu untuk menyelesaikan suatu proses produksi.
* rekomendasi dari hasil pengukuran ini, dimanfaatkan untuk memperbaiki rancangan suatu produk.
* alat yang digunakan adalah ”tools technica-tools”, seperti stopwatch, ukuran berat benda, ukuran suhu, dan sejenisnya.
* ukuran keras ini lebih tepat mengukur segi ergonomis dari pemakaian suatu produk, yang penggunaannya sering terjadi pada perusahaan manufaktur (pengolahan).
Model Pengembangan dan Penggunaan Kuesioner Kepuasan Pelanggan
Untuk mengembangkan suatu model dan penggunaan keusioner kepuasan pelanggan, diperlukan tahapan proses. Sependapat dengan Supranto (2001), maka perlu kiranya disadari, bahwa dalam pentahap proses ini akan dijumpai langkah- langkah yang bersifat khusus, untuk menyoroti unsur-unsur penting guna memahami pendapat pelanggan.
Adapun langkah-langkah yang dimaksudkan adalah :
Langkah pertama
Adalah mengidentifikasi unsur-unsur penting yang terkait dengan kebutuhan pelanggan.
Hal ini diperlukan, karena :
1. Pengetahuan akan kebutuhan pelanggan, dapat memberikan suatu pemahaman yang lebih menyeluruh tentang cara pelanggan dalam mengartikan mutu barang/jasa yang dijual oleh produsen.
2. Pengetahuan akan kebutuhan pelanggan, dapat memudahkan pengembangan kuesioner kepuasan pelanggan.
Langkah kedua
Adalah mengembangkan kuesioner yang sekiranya memungkinkan untuk dapat menangkap informasi-informasi tentang persepsi yang lebih mendasar sehubungan dengan kebutuhan pelanggan, dan juga informasi yang terkait dengan keperluan evaluasi terhadap kuesionernya.
Langkah ketiga
Adalah penggunaan khusus kuesioner kepuasan pelanggan.
KEBUTUHAN PELANGGAN SEBAGAI DASAR UNTUK MENGETAHUI KEPUASAN PELANGGAN
Tujuan penentuan kebutuhan pelanggan
Penentuan kebutuhan pelanggan bertujuan untuk membuat suatu daftar semua dimensi mutu (kebutuhan pelanggan = customer requirement) yang penting dalam menguraikan tentang barang dan jasa.
Dimensi Mutu
Banyak ragam pendapat yang dikemukakan para ahli dalam menggambarkan dimensi mutu pelanggan terhadap suatu produk/jasa. Akan tetapi untuk keperluan penulisan ini, penulis bersandar pada pendapat Kennedy & Young (1989, dalam Supranto, 2001), yang dinyatakan bahwa dimensi mutu yang dapat diberlakukan untuk berbagai jenis organisasi penghasil jasa, mencakup :
1. Availability ( keberadaan).
2. Responsiveness (ketanggapan)
3. Convenience (menyenangkan)
4. Time liness (tepat waktu).
Penerapan Dimensi Mutu Model Kennedy & Young dalam Penyusunan Kuesioner Kepuasan Pelanggan
Untuk membuat kuesioner kepuasan pelanggan, maka terlebih dahulu aspek yang terkandung di dalam dimensi mutu model Kennedy & Young perlu didefinisikan, agar lebih jelas pemaknaannya, sebagai berikut :
Availability ( keberadaan), adalah suatu tingkatan keberadaan di mana pelanggan dapat kontak dengan pemberi jasa.
Aspek ini, kemudian diwujudkan dalam pernyataan-pernyataan tertentu yang relevan.
Contoh :
1. Saya mendapat bantuan dari staf, ketika saya butuhkan.
2. Staf selalu berada di tempat untuk dapat segera memberikan bantuan.
3. Saya dapat menghubungi staf, pada setiap waktu ketika saya memerlukan.
Responsiveness (ketanggapan), adalah tingkatan untuk mana pemberi jasa bereaksi cepat terhadap permintaan pelanggan.
Aspek ini, kemudian diwujudkan dalam pernyataan-pernyataan tertentu yang relevan.
Contoh :
1. Mereka cepat menjawab ketika saya minta bantuan.
2. Mereka segera menolomng saya, ketika saya membutuhkan.
Convenience (menyenangkan), adalah tingkatan di mana pemberi jasa menggunakan perilaku dan gaya profesional yang tepat selama bekerja dengan pelanggan.
Aspek ini, kemudian diwujudkan dalam pernyataan-pernyataan tertentu yang relevan.
Contoh :
1. Cara staf memperlakukan saya sesuai dengan yang saya butuhkan.
2. Saya puas dengan cara staf memperlakukan saya.
Time liness (tepat waktu), adalah tingkatan di mana pekerjaan dapat dilaksanakan dalam kerangka waktu yang sesuai dengan perjanjian.
Aspek ini, kemudian diwujudkan dalam pernyataan-pernyataan tertentu yang relevan.
Contoh :
1. Mereka menyelesaikan pekerjaan tepat waktu, sesuai dengan janji yang telah disepakati bersama.
2. Mereka menyelesaikan tanggung- jawab dalam kerangka waktu yang sudah disetujui.
Konsep konsumsi, konsumen, konsumtif, konsumerisme
• Konsumsi ialah suatu kegiatan yang bertujuan mengurangi atau menghabiskan daya guna suatu benda, baik berupa barang maupun jasa, untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan secara langsung..
Tujuan dari konsumsi adalah untuk memenuhi kebutuhan manusia dan memperoleh kepuasan dari pemenuhan tersebut.
Tingkat konsumsi seseorang dipengaruhi oleh banyak hal yang berkaitan. Seseorang membelanjakan uang yang dimiliki sebelumnya dipengaruhi oleh banyak pertimbangan akibat adanya kalangkaan. Berikut ini dipaparkan penyebab perubahan tingkat pengeluaran atau konsumsi dalam rumah tangga :
A. Penyebab Faktor Ekonomi
1. Pendapatan:
Pendapatan yang meningkat tentu saja biasanya otomatis diikuti dengan peningkatan pengeluaran konsumsi. Contoh : seseorang yang tadinya makan nasi aking ketika mendapat pekerjaan yang menghasilkan gaji yang besar akan meninggalkan nasi aking menjadi nasi beras rajalele. Orang yang tadinya makan sehari dua kali bisa jadi 3 kali ketika dapat tunjangan tambahan dari pabrik.
2. Kekayaan:
Orang kaya yang punya banya aset riil biasanya memiliki pengeluaran konsumsi yang besar. Contonya seperti seseorang yang memiliki banyak rumah kontrakan dan rumah kost biasanya akan memiliki banyak uang tanpa harus banyak bekerja. Dengan demikian orang tersebut dapat membeli banyak barang dan jasa karena punya banyak pemasukan dari hartanya.
3. Tingkat Bunga:
Bunga bank yang tinggi akan mengurangi tingkat konsumsi yang tinggi karena orang lebih tertarik menabung di bank dengan bunga tetap tabungan atau deposito yang tinggi dibanding dengan membelanjakan banyak uang.
4. Perkiraan Masa Depan
Orang yang was-was tentang nasibnya di masa yang akan datang akan menekan konsumsi. Biasanya seperti orang yang mau pensiun, punya anak yang butuh biaya sekolah, ada yang sakit butuh banyak biaya perobatan, dan lain sebagainya.
B. Penyebab Faktor Demografi
1. Komposisi Penduduk
Dalam suatu wilayah jika jumlah orang yang usia kerja produktif banyak maka konsumsinya akan tinggi. Bila yang tinggal di kota ada banyak maka konsumsi suatu daerah akan tinggi juga. Bila tingkat pendidikan sumber daya manusia di wilayah itu tinggi-tinggi maka biasanya pengeluaran wilayah tersebut menjadi tinggi.
2. Jumlah Penduduk
Jika suatu daerah jumlah orangnya sedikit sekali maka biasanya konsumsinya sedikit. Jika orangnya ada sangat banyak maka konsumsinya sangat banyak pula.
C. Penyebab / Faktor Lain
1. Kebiasaan Adat Sosial Budaya
Suatu kebiasaan di suatu wilayah dapat mempengaruhi tingkat konsumsi seseorang. Di daerah yang memegang teguh adat istiadat untuk hidup sederhana biasanya akan memiliki tingkat konsumsi yang kecil. Sedangkan daerah yang memiliki kebiasaan gemar pesta adat biasanya memiliki pengeluaran yang besar.
2. Gaya Hidup Seseorang
Seseorang yang berpenghasilan rendah dapat memiliki tingkat pengeluaran yang tinggi jika orang itu menyukai gaya hidup yang mewah dan gemar berhutang baik kepada orang lain maupun dengan kartu kredit.
• Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain.
v Perilaku konsumen :
Adalah tingkah laku dari konsumen, dimana mereka dapat mengilustrasikan pencarian untuk membeli, menggunakan, mengevaluasi dan memperbaiki suatu produk dan jasa mereka. Focus dari perilaku konsumen adalah bagaimana individu membuat keputusan untuk menggunakan sumber daya mereka yang telah tersedia untuk mengkonsumsi suatu barang.
Dua wujud konsumen:
1. Personal Consumer : konsumen ini membeli atau menggunakan barang atau jasa untuk penggunaannya sendiri.
2. Organizational Consumer : konsumen ini membeli atau menggunakan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan dan menjalankan organisasi tersebut.
v Perilaku permintaan konsumen terhadap barang dan jasa akan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya: pendapatan, selera konsumen, dan harga barang, disaat kondisi yang lain tidak berubah (ceteris paribus). Perilaku konsumen ini didasarkan pada Teori Perilaku Konsumen yang menjelaskan bagaimana seseorang dengan pendapatan yang diperolehnya, dapat membeli berbagai barang dan jasa sehingga tercapai kepuasan tertentu sesuai dengan apa yang diharapkannya.
Asumsi: Konsumen bersikap rasional Dengan anggaran yang tersedia, konsumen berusaha memaksimalkan kepuasan totalnya dari barang yang dikonsumsinya.
Pendekatan Kardinal
• Asumsi: Kepuasan seorang konsumen dalam mengkonsumsi suatu barang dapat diukur dengan satuan kepuasan (misalnya mata uang. Setiap tambahan satu unit barang yang dikonsumsi akan menambash kepuasan yang diperoleh konsumen tersebut dalam jumlah tertentu. Tambahan kepuasan yang diperoleh dari penambahan jumlah barang yang dikonsumsi disebut kepuasan marginal (Marginal Utility) Berlaku hukum tambahan kepuasan yang semakin menurun (The Law of Diminishing Marginal Utility), yaitu besarnya kepuasan marginal akan selalu menurun dengan bertambahnya jumlah barang yang dikonsumsi secara terus menerus.
v Keseimbangan Konsumen
Keseimbangan konsumen tercapai jika konsumen memperoleh kepuasan maksimum dari mengkonsumsi suatu barang.
Pendekatan Ordinal
• Kelemahan pendekatan kardinal terletak pada anggapan yang digunakan bahwa kepuasan konsumen dari mengkonsumsi barang dapat diukur dengan satuan kepuasan. Pada kenyataannya pengukuran semacam ini sulit dilakukan.
• Pendekatan ordinal mengukur kepuasan konsumen dengan angka ordinal (relatif).
• Tingkat kepuasan konsumen dengan menggunakan kurva indiferens (kurva yg menunjukkan tingkat kombinasi jumlah barang yang dikonsumsi yang menghasilkan tingkat kepuasan yang sama).
• Konsumtivisme merupakan paham untuk hidup secara konsumtif, sehingga orang yang konsumtif dapat dikatakan tidak lagi mempertimbangkan fungsi atau kegunaan ketika membeli barang melainkan mempertimbangkan prestise yang melekat pada barang tersebut. Oleh karena itu, arti kata konsumtif (consumtive) adalah boros atau perilaku yang boros, yang mengonsumsi barang atau jasa secara berlebihan. Dalam artian luas konsumtif adalah perilaku berkonsumsi yang boros dan berlebihan, yang lebih mendahulukan keinginan daripada kebutuhan, serta tidak ada skala prioritas atau juga dapat diartikan sebagai gaya hidup yang bermewah-mewah
v Pola hidup konsumtif :
Kata konsumtif ( sebagai kata sifat, lihat akhiran if ) sering diartikan sama dengan konsumerisme. Padahal kata yang terakhir ini mengacu pada segala sesuatu yang berhubungan dengan konsumen. Sedangkan konsumtif lebih khusus menjelaskan keinginan untuk mengkonsumsi barang-barang yang kurang diperlukan secara berlebihan untuk mencapai kepuasan yang maksimal.
Dalam era globalisasi ini dan di tengah kondisi insibilitas ekonomi yang mengakibatkan terus melonjaknya harga komoditas bahan pokok saat ini,pengendalian diri sangatlah penting. Sedini mungkin hendaknya menghindari pola hidup konsumtif. Kebiasaan konsumtif ini biasanya didasari oleh faktor gengsi Banyak orang merasa tidak puas, iri, ingin mendapat sesuatu dengan cara yang mudah.
Perilaku konsumtif, biasanya kelompok usia remaja adalah salah satu pasar yang sangat potensial. Alasannya antara lain karena pola konsumsi seseorang terbentuk pada usia remaja. Di samping itu, remaja biasanya mudah terbujuk rayuan iklan, suka ikut–ikutan teman, tidak realistis, dan cenderung boros dalam menggunakan uangnya. Sifat-sifat remaja inilah yang sering dimanfaatkan oleh sebagian produsen untuk memasuki pasar remaja.
Dikalangan remaja yang memiliki orang tua dengan kelas ekonomi yang cukup berada,terutama di kota-kota besar, mall sudah menjadi runah kedua. Mereka ingin menunjukkan bahwa mereka juga dapat mengikuti mode yang beredar. Padahal mode itu sendiri selalu berubah sehingga membuat para remaja merasa tidak puas dengan apa yang dimilikinya. Contohnya saja dengan berbagai merk hp dan serinya sampai-sampai ada yang membuat tiruannya dengan harga yang fantastis murahnya. Munculah perilaku konsumtif.
v Dari sejumlah penelitian, ada perbedaan dalam pola konsumtif antara pria dan wanita. Juga terdapat sifat yang berbeda antara pria dan wanita dalam perilaku membeli.
Perbedaan tersebut adalah :
a. pria
• mudah terpengaruh bujukan penjual
• sering tertipu karena tidak sabar dalam memilih barang
• mempunyai perasaan kurang enak bila tidak membeli sesuatu setelah memasuki took
• kurang menikmati kegiatan berbelanja sehingga sering terburu-buru mengambil suatu keputusan membeli
b. wanita
• lebih tertarik pada warna dan bentuk bukan pada hal yang teknis
• tidak mudah terbawa arus bujukan penjual
• menyenangi hal- hal yang romantis daripada obyektif
• cepat merasakan suasana took
• senang melakukan kegiatan belanja walau hanya “wimdow shopping ( melihat saja tetapi tidak membeli )
v Perilaku konsumtif pada remaja sebenarnya dapat dimengerti bila melihat usia remaja sebagai usia peralihan dalam mencari identitas diri. Remaja ingin diakui eksistensinya oleh lingkungan dengan berusaha menjadi sama dengan orang lain yang sebaya, itu menyebabkan remaja berusaha untuk mengikuti atribut yang sedang saat ini.
Remaja dalam perkembangan kognitif dan emosinya masih memandang bahwa atribut yang superficial itu sama penting ( bahkan lebih penting ) dengan substansi. Akan menjadi masalah ketika kecenderungan yang seharusnya wajar pada remaja ini dilakukan secara berlebihan.
Ada pepatah Lebih besar pasak daripada tiang terkadang apa yang dituntut diluar kemampuan yang kita miliki.Perilaku konsumtif ini dapat terus mengakar dalam gaya hidup sekelompok remaja yang dalam perkembangannya mereka akan menjadi dewasa dengan gaya hidup konsumtif.
• Konsumerisme adalah paham atau ideologi yang menjadikan seseorang atau kelompok melakukan atau menjalankan proses konsumsi atau pemakaian barang-barang hasil produksi secara berlebihan atau tidak sepantasnya secara sadar dan berkelanjutan.
• Hal tersebut menjadikan manusia menjadi pecandu dari suatu produk, sehingga ketergantungan tersebut tidak dapat atau susah untuk dihilangkan. Sifat konsumtif yang ditimbulkan akan menjadikan penyakit jiwa yang tanpa sadar menjangkit manusia dalam kehidupannya.
konsumerisme itu sendiri merupakan gerakan konsumen (consumer movement) yang mempertanyakan kembali dampak-dampak aktivitas pasar bagi konsumen (akhir). Dalam pengertian lebih luas, istilah konsumerisme, dapat diartikan sebagai gerakan yang memperjuangkan kedudukan yang seimbang antara konsumen, pelaku usaha dan negara dan gerakan tidak sekadar hanya melingkupi isu kehidupan sehari-hari mengenai produk harga naik atau kualitas buruk, termasuk hak asasi manusia berikut dampaknya bagi konsumer.
Dalam kamus bahasa Inggris-Indonesia kontemporer (Peter Salim, 1996), arti konsumerisme (consumerism) adalah cara melindungi publik dengan memberitahukan kepada mereka tentang barang-barang yang berkualitas buruk, tidak aman dipakai dan sebagainya. Selain itu, arti kata ini adalah pemakaian barang dan jasa.
v Masyarakat konsumerisme
Dalam ranah masyarakat konsumer hasrat direproduksi lewat ide-ide yang terbentuk lewat proses sosial. Baudrillard misalnya melihat bahwa struktur nilai yang tercipta secara diskursif menentukan kehadiran hasrat. Struktur nilai dalam realitas masyarakat konsumer ini menurutnya mengejawantah dalam kode-kode. Produksi tidak lagi menciptakan materi sebagai objek eksternal, produksi menciptakan materi sebagai kode-kode yang menstimulasi kebutuhan atau hasrat sebagai objek internal konsumsi.
Dalam nalar Freudian hasrat untuk mengonsumsi secara mendasar adalah sesuatu yang bersifat instingtual. Ia berada dalam fase pertama perkembangan struktur psikis manusia: yaitu id. Pada fase id ini semua tindakan mengacu atau didasari oleh prinsip kesenangan-kesenangan yang bersifat spontan.
Adalah jelas bahwa tindakan untuk mencapai kepuasan dan kesenangan spontan ini dalam fase id bersifat irasional. Mengonsumsi pada awalnya terkait dengan tindakan menggapai kepuasan secara irasional, spontan dan temporal–fase id struktur psikis manusia.
v Budaya konsumerisme
Dalam ranah masyarakat konsumer hasrat direproduksi lewat ide-ide yang terbentuk lewat proses sosial. Baudrillard misalnya melihat bahwa struktur nilai yang tercipta secara diskursif menentukan kehadiran hasrat. Struktur nilai dalam realitas masyarakat konsumer ini menurutnya mengejawantah dalam kode-kode. Produksi tidak lagi menciptakan materi sebagai objek eksternal, produksi menciptakan materi sebagai kode-kode yang menstimulasi kebutuhan atau hasrat sebagai objek internal konsumsi.
Dalam nalar Freudian hasrat untuk mengonsumsi secara mendasar adalah sesuatu yang bersifat instingtual. Ia berada dalam fase pertama perkembangan struktur psikis manusia: yaitu id. Pada fase id ini semua tindakan mengacu atau didasari oleh prinsip kesenangan-kesenangan yang bersifat spontan.
Adalah jelas bahwa tindakan untuk mencapai kepuasan dan kesenangan spontan ini dalam fase id bersifat irasional. Mengkonsumsi pada awalnya terkait dengan tindakan menggapai kepuasan secara irasional, spontan dan temporal–fase id struktur psikis manusia.
Kelas : 4PA05
NPM : 10507290
Mengukur Tingkat Kepuasan Pelanggan: Perspektif Psikologi Konsumen
Fenomena universial yang terjadi di dunia bisnis dalam era global saat kini, selalu berhadapan dengan situasi kompetisi yang semakin menajam, baik dalam pasar domestik maupun di pasar internasional.
Guna memperoleh kemenangan dalam persaingan itu, maka perusahaan harus mampu memberikan kepuasan terhadap para pelanggannya, dengan strategi yang relevan sesuai dengan karakteristik produknya, melalui berbagai cara; misalnya saja dengan memberikan produk yang mutunya lebih baik, harganya lebih murah, pengantaran dan penyerahan produknya lebih cepat, pelayanannya lebih baik, bila dibandingkan dengan apa yang diperbuat oleh pesaingnya.
Apabila hal itu terjadi sebaliknya, yaitu produk dengan mutu yang jelek, harganya mahal, pengantaran produknya lambat, pelayanannya seenaknya, maka keadaan ini pasti memberikan ketidakkepuasan bagi pelanggan.
Pelanggan yang memasuki situasi “jual-beli” pasti memiliki harapan-harapan tertentu, angan-angan tentang perasaan yang ingin mereka rasakan ketika mereka menyelesaikan suatu transaksi jual-belinya terhadap produk yang akan digunakan untuk kepentingan/keperluannya. Mereka juga ingin menikmati pelayanan yang dibayar untuk penguasaan sebuah produk yang ditawarkan.
Fenomena yang digambarkan di atas, kemungkinan tidak terjadi dan bahkan cenderung terabaikan, apabila kondisi pasarnya bersifat monopoli, sedangkan produknya pasti diperlukan oleh pelanggannya, karena produk yang dihasilkan menyangkut kebutuhan yang vital bagi pelanggannya. Sehingga bagi pelanggan hanya memiliki satu pilihan, yaitu, ya atau tidak, mau atau tidak.
Produsen mempunyai kekuasaan absolut untuk mempermainkan situasi persaingan atau bahkan perebutan bagi kalangan pelanggannya. Oleh karena itu, produsen cenderung sewenang-wenang dalam memerankan dirinya, kadang-kadang menjadi lupa untuk memperhatikan mutu pelayanan yang seharusnya diberikan kepada para pelanggannya, untuk mencapai tingkat kepuasan tertentu.
Tingkat kepuasan pelanggan selalu terkait dan tergantung dengan mutu suatu produk yang dihasilkan oleh produsen. Sedang suatu produk dikatakan bermutu bila produk tersebut memenuhi kebutuhan pengguna/pelanggannya.
Aspek mutu ini bisa diukur. Dengan demikian, pengukuran tingkat kepuasan pelanggan memiliki kaitan yang erat sekali dengan mutu produk baik berupa barang atau jasa.
KEPUASAN PELANGGAN (Customer Satisfaction)
Pengertian Kepuasan Pelanggan
Pengertian kepuasan pelanggan, tidak mudah untuk dirumuskan, sebab menurut Susan Fournier dan David Glen Mick, kepuasan pelanggan, digambarkan, sebagai:
1. Merupakan proses yang dinamis.
2. Kepuasan memiliki dimensi sosial yang kuat.
3. Di dalam kepuasan mengandung komponen makna dan emosi yang integral.
4. Proses kepuasan bisa bergantung pada konteks dan saling berhubungan antara berbagai paradigma, model dengan mode.
5. Kepuasan produk selalu berkaitan dengan kepuasan hidup dan kualitas hidup itu sendiri.
Untuk keperluan penulisan ini, penulis sependapat dengan Richard Oliver (James G. Barnes, 2001), yang dinyatakan bahwa kepuasan pelanggan, sebenarnya merupakan tanggapan yang diberikan oleh pelanggan (customer) atas terpenuhinya kebutuhan, sehingga memperoleh kenyamanan.
Dengan pengertian itu, maka penilaian terhadap suatu bentuk keistimewaan/ kelebihan dari suatu barang/jasa ataupun barang/jasa itu sendiri, dapat memberikan suatu tingkat kenyamanan yang berhubungan dengan pemenuhan suatu kebutuhan, termasuk pemenuhan kebutuhan yang sesuai dengan harapan, atau pemenuhan kebutuhan yang dapat melebihi harapan pelanggan.
Kepuasan Pelanggan bersifat Temporer dan Variatif
Dalam kenyataannya, bahwa kepuasan pelanggan bersifat temporer, karena apa yang dirasakan puas pada satu situasi, belum tentu menjamin kepuasan pada situasi yang lain. Demikian juga, puas bagi satu pelanggan dalam menanggapi kelebihan/ keistimewaan dari suatu produk pada situasi yang sama, belum tentu dirasakan sama dalam memperoleh kepuasan bagi pelanggan yang lain. Sehingga dapat dinyatakan bahwa kepuasan pelanggan sangat bervariaf.
Makna Kepuasan Pelanggan
Dengan sifat kepuasan yang seperti yang digambarkan di atas, maka dapat dinyatakan bahwa makna dari kepuasan, sebenarnya menggambarkan suatu target yang berubah-ubah dalam pemenuhan kebutuhan yang dibawa oleh pelanggan pada masing-masing transaksi dengan suatu produsen/perusahaan.
Masing-masing pelanggan, akan memasuki pada suatu transaksi jual-beli dengan serangkaian kebutuhan pada tingkat yang berbeda-beda, sesuai dengan kondisi mereka. Berkenaan dengan target ini, maka memerlukan ukuran atau standar tertentu yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan atas mutu produk tertentu. Sedangkan mutu produk yang dipertaruhkan untuk memberikan kepuasan bagi pelanggan, sependapat dengan Montgomery (1985), ada 2 macam, yaitu :
1. Quality of design (mutu desain),
2. Quality of comparmance (mutu kecocokan).
Faktor yang Menjadi Pemicu Terhadap Kepuasan Pelanggan
Sependapat dengan Barnes (2001), maka dapat diidentifikasikan bahwa faktor yang dapat menentukan kepuasan pelanggan adalah :
1. Pelayanan dengan nilai tambah,
2. Tampilan dari produk atau jasa,
3. Aspek bisnis,
4. Kejutan-kejutan yang dapat memberikan rangsangan emosi (senang/tidak), untuk melakukan penilaian intangible (yang tidak terlihat), pada saat pelayanan diberikan.
Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kepuasan Pelanggan
Kunci utama yang mempengaruhi kepuasan pelanggan, adalah interaksi antara produsen/perusahaan dengan pelanggan yang mempunyai kualitas rangsangan terhadap perasaan nyaman, yang dirasakan oleh pelanggan.
Dengan keadaan itu, maka faktor yang dapat mempengaruhi dapat diidentifikasi dalam 5 level, yang di dalamnya akan melibatkan semakin banyak kontak antar pribadi dengan para karyawan dan penyedia jasa.
Ke-lima level yang dimaksudkan adalah :
1. Produk atau jasa inti
* Level ke-1, ini merupakan esensi dari penawaran yang dapat mewakili produk/ jasa inti yang disediakan oleh perusahaan (produsen).
* Penetapan produk/jasa inti ini merupakan hal yang paling mendasar untuk ditawarkan kepada pelanggan, sekaligus menjadikan hal yang paling sulit bagi perusahaan (produsen), untuk membuatnya lain dari yang lain.
* Untuk market yang kompetitif, maka mau tidak mau perusahaan harus dapat menetapkan produk intinya secara tepat, karena bila tidak ditetapkan, maka hubungan dengan pelanggan tidak akan pernah bisa diawali.
2. Sistem dan pelayanan pendukung
* Pada level ke-2 ini, mencakup layanan pendukung yang dipandang dapat mendukung peningkatan kelengkapan dari layanan atau produk inti.
* Perangkat yang menjadi pendukung pada level ini, misalnya saja: sistem pembayaran dan penghantaran, kemudahan memperoleh produk dan pelayanannya, jam pelayanan, level karyawan, pendukung teknis dan perbaikan, sistem komunikasi dan informasi, dan sejenisnya.
3. Performa teknis
* Level ke-3 ini, terkait dengan apakah perusahaan sudah menetapkan produk inti maupun layanan pendukungnya itu sudah dilakukan secara tepat dan benar.
* Fokus yang harus dipertimbangkan pada level ini, adalah perusahaan dapat menampilkan produk barang/jasa sesuai dengan apa yang dijanjikan kepada pelanggan.
4. Elemen interaksi dengan pelanggan
* Pada level ke-4, sebenarnya mengacu pada prinsip interaksi penyedian jasa dengan pelanggan baik melalui tatap muka, atau melalui kontak yang berbasis pada teknologi.
* Perusahaan harus dapat menyediakan sistem paralel atau sistem alternatif yang memungkinkan pelanggan dapat berhubungan dengan pelanggan secara lebih pribadi.
5. Elemen emosional– Dimensi Afektif Pelayanan. (Barnes, 2001).
* Pada level ke-5, manajer perusahaan penyedia jasa harus dapat mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan yang dapat memberikan pesan halus untuk disampaikan kepada pelanggan, sehingga dapat menumbuhkan perasaan yang positif dalam diri pelanggan terhadap produk maupun perusahaannya.
* Banyak riset membuktikan bahwa ketidakpuasan pelanggan tidak berhubungan dengan kualitas produk/jasa inti, akan tetapi tekanannya lebih mengarah kepada aspek dari interaksi pelanggan dengan penyedia jasa dan karyawan- karyawannya.
PENGUKURAN TINGKAT KEPUASAN PELANGGAN
Manfaat Pengukuran Kepuasan Pelanggan bagi Pimpinan Bisnis.
Sebagaimana yang dipaparkan sebelumnya bahwa tingkat kepuasan pelanggan, sangat tergantung pada mutu dari suatu produk. Sedangkan aspek mutu dari suatu produk barang atau jasa itu, dapat diukur. Sependapat dengan Supranto (2001), bahwa pengukuran aspek mutu ini, bagi pimpinan bisnis (produsen), mempunyai nilai yang stategik, yaitu :
1. Untuk mendeteksi dan mengetahui dengan secara baik tentang jalannya proses bisnis.
2. Mengetahui secara tepat, di mana harus melakukan perubahan dan perbaikan terus-menerus, dalam upayanya untuk memuaskan pelanggan.
3. Menentukan perubahan yang dilakukan, mengarah kepada perbaikan.
Trend Penggunaan Ukuran Kepuasan Pelanggan.
Trend penggunaan ukuran kepuasaan pelanggan, yang berkembang sampai saat ini, mengarah pada dua kecenderungan :
1. Soft measures (ukuran lunak) :
* menggunakan indeks subyektif.
* indikator yang digunakan adalah hal- hal yang tidak terlihat nampak (intangible) : misalnya ”mutu” dari jasa.
* fokus yang diukur adalah persepsi dan sikap
* persepsi dan sikap pelanggan terhadap organisasi yang memproduksi barang/jasa, dimanfaatkan untuk mencari peluang peningkatkan dalam membuat keputusan bisnis yang lebih baik.
* alat yang digunakan untuk mengukur kepuasan pelanggan dalam setting ukuran lunak ini adalah kuesioner.
* ukuran lunak ini lebih tepat mengukur kepuasan pelanggan untuk perusahaan jasa.
2. Hard measures (ukuran keras) :
* menggunakan indeks obyektif.
* indikator yang digunakan adalah hal- hal yang terlihat dengan jelas (tangible).
* fokus yang diukur adalah besaran produk (berat, ukuran panjang atau luas dari suatu produk), waktu untuk menyelesaikan suatu proses produksi.
* rekomendasi dari hasil pengukuran ini, dimanfaatkan untuk memperbaiki rancangan suatu produk.
* alat yang digunakan adalah ”tools technica-tools”, seperti stopwatch, ukuran berat benda, ukuran suhu, dan sejenisnya.
* ukuran keras ini lebih tepat mengukur segi ergonomis dari pemakaian suatu produk, yang penggunaannya sering terjadi pada perusahaan manufaktur (pengolahan).
Model Pengembangan dan Penggunaan Kuesioner Kepuasan Pelanggan
Untuk mengembangkan suatu model dan penggunaan keusioner kepuasan pelanggan, diperlukan tahapan proses. Sependapat dengan Supranto (2001), maka perlu kiranya disadari, bahwa dalam pentahap proses ini akan dijumpai langkah- langkah yang bersifat khusus, untuk menyoroti unsur-unsur penting guna memahami pendapat pelanggan.
Adapun langkah-langkah yang dimaksudkan adalah :
Langkah pertama
Adalah mengidentifikasi unsur-unsur penting yang terkait dengan kebutuhan pelanggan.
Hal ini diperlukan, karena :
1. Pengetahuan akan kebutuhan pelanggan, dapat memberikan suatu pemahaman yang lebih menyeluruh tentang cara pelanggan dalam mengartikan mutu barang/jasa yang dijual oleh produsen.
2. Pengetahuan akan kebutuhan pelanggan, dapat memudahkan pengembangan kuesioner kepuasan pelanggan.
Langkah kedua
Adalah mengembangkan kuesioner yang sekiranya memungkinkan untuk dapat menangkap informasi-informasi tentang persepsi yang lebih mendasar sehubungan dengan kebutuhan pelanggan, dan juga informasi yang terkait dengan keperluan evaluasi terhadap kuesionernya.
Langkah ketiga
Adalah penggunaan khusus kuesioner kepuasan pelanggan.
KEBUTUHAN PELANGGAN SEBAGAI DASAR UNTUK MENGETAHUI KEPUASAN PELANGGAN
Tujuan penentuan kebutuhan pelanggan
Penentuan kebutuhan pelanggan bertujuan untuk membuat suatu daftar semua dimensi mutu (kebutuhan pelanggan = customer requirement) yang penting dalam menguraikan tentang barang dan jasa.
Dimensi Mutu
Banyak ragam pendapat yang dikemukakan para ahli dalam menggambarkan dimensi mutu pelanggan terhadap suatu produk/jasa. Akan tetapi untuk keperluan penulisan ini, penulis bersandar pada pendapat Kennedy & Young (1989, dalam Supranto, 2001), yang dinyatakan bahwa dimensi mutu yang dapat diberlakukan untuk berbagai jenis organisasi penghasil jasa, mencakup :
1. Availability ( keberadaan).
2. Responsiveness (ketanggapan)
3. Convenience (menyenangkan)
4. Time liness (tepat waktu).
Penerapan Dimensi Mutu Model Kennedy & Young dalam Penyusunan Kuesioner Kepuasan Pelanggan
Untuk membuat kuesioner kepuasan pelanggan, maka terlebih dahulu aspek yang terkandung di dalam dimensi mutu model Kennedy & Young perlu didefinisikan, agar lebih jelas pemaknaannya, sebagai berikut :
Availability ( keberadaan), adalah suatu tingkatan keberadaan di mana pelanggan dapat kontak dengan pemberi jasa.
Aspek ini, kemudian diwujudkan dalam pernyataan-pernyataan tertentu yang relevan.
Contoh :
1. Saya mendapat bantuan dari staf, ketika saya butuhkan.
2. Staf selalu berada di tempat untuk dapat segera memberikan bantuan.
3. Saya dapat menghubungi staf, pada setiap waktu ketika saya memerlukan.
Responsiveness (ketanggapan), adalah tingkatan untuk mana pemberi jasa bereaksi cepat terhadap permintaan pelanggan.
Aspek ini, kemudian diwujudkan dalam pernyataan-pernyataan tertentu yang relevan.
Contoh :
1. Mereka cepat menjawab ketika saya minta bantuan.
2. Mereka segera menolomng saya, ketika saya membutuhkan.
Convenience (menyenangkan), adalah tingkatan di mana pemberi jasa menggunakan perilaku dan gaya profesional yang tepat selama bekerja dengan pelanggan.
Aspek ini, kemudian diwujudkan dalam pernyataan-pernyataan tertentu yang relevan.
Contoh :
1. Cara staf memperlakukan saya sesuai dengan yang saya butuhkan.
2. Saya puas dengan cara staf memperlakukan saya.
Time liness (tepat waktu), adalah tingkatan di mana pekerjaan dapat dilaksanakan dalam kerangka waktu yang sesuai dengan perjanjian.
Aspek ini, kemudian diwujudkan dalam pernyataan-pernyataan tertentu yang relevan.
Contoh :
1. Mereka menyelesaikan pekerjaan tepat waktu, sesuai dengan janji yang telah disepakati bersama.
2. Mereka menyelesaikan tanggung- jawab dalam kerangka waktu yang sudah disetujui.
Konsep konsumsi, konsumen, konsumtif, konsumerisme
• Konsumsi ialah suatu kegiatan yang bertujuan mengurangi atau menghabiskan daya guna suatu benda, baik berupa barang maupun jasa, untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan secara langsung..
Tujuan dari konsumsi adalah untuk memenuhi kebutuhan manusia dan memperoleh kepuasan dari pemenuhan tersebut.
Tingkat konsumsi seseorang dipengaruhi oleh banyak hal yang berkaitan. Seseorang membelanjakan uang yang dimiliki sebelumnya dipengaruhi oleh banyak pertimbangan akibat adanya kalangkaan. Berikut ini dipaparkan penyebab perubahan tingkat pengeluaran atau konsumsi dalam rumah tangga :
A. Penyebab Faktor Ekonomi
1. Pendapatan:
Pendapatan yang meningkat tentu saja biasanya otomatis diikuti dengan peningkatan pengeluaran konsumsi. Contoh : seseorang yang tadinya makan nasi aking ketika mendapat pekerjaan yang menghasilkan gaji yang besar akan meninggalkan nasi aking menjadi nasi beras rajalele. Orang yang tadinya makan sehari dua kali bisa jadi 3 kali ketika dapat tunjangan tambahan dari pabrik.
2. Kekayaan:
Orang kaya yang punya banya aset riil biasanya memiliki pengeluaran konsumsi yang besar. Contonya seperti seseorang yang memiliki banyak rumah kontrakan dan rumah kost biasanya akan memiliki banyak uang tanpa harus banyak bekerja. Dengan demikian orang tersebut dapat membeli banyak barang dan jasa karena punya banyak pemasukan dari hartanya.
3. Tingkat Bunga:
Bunga bank yang tinggi akan mengurangi tingkat konsumsi yang tinggi karena orang lebih tertarik menabung di bank dengan bunga tetap tabungan atau deposito yang tinggi dibanding dengan membelanjakan banyak uang.
4. Perkiraan Masa Depan
Orang yang was-was tentang nasibnya di masa yang akan datang akan menekan konsumsi. Biasanya seperti orang yang mau pensiun, punya anak yang butuh biaya sekolah, ada yang sakit butuh banyak biaya perobatan, dan lain sebagainya.
B. Penyebab Faktor Demografi
1. Komposisi Penduduk
Dalam suatu wilayah jika jumlah orang yang usia kerja produktif banyak maka konsumsinya akan tinggi. Bila yang tinggal di kota ada banyak maka konsumsi suatu daerah akan tinggi juga. Bila tingkat pendidikan sumber daya manusia di wilayah itu tinggi-tinggi maka biasanya pengeluaran wilayah tersebut menjadi tinggi.
2. Jumlah Penduduk
Jika suatu daerah jumlah orangnya sedikit sekali maka biasanya konsumsinya sedikit. Jika orangnya ada sangat banyak maka konsumsinya sangat banyak pula.
C. Penyebab / Faktor Lain
1. Kebiasaan Adat Sosial Budaya
Suatu kebiasaan di suatu wilayah dapat mempengaruhi tingkat konsumsi seseorang. Di daerah yang memegang teguh adat istiadat untuk hidup sederhana biasanya akan memiliki tingkat konsumsi yang kecil. Sedangkan daerah yang memiliki kebiasaan gemar pesta adat biasanya memiliki pengeluaran yang besar.
2. Gaya Hidup Seseorang
Seseorang yang berpenghasilan rendah dapat memiliki tingkat pengeluaran yang tinggi jika orang itu menyukai gaya hidup yang mewah dan gemar berhutang baik kepada orang lain maupun dengan kartu kredit.
• Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain.
v Perilaku konsumen :
Adalah tingkah laku dari konsumen, dimana mereka dapat mengilustrasikan pencarian untuk membeli, menggunakan, mengevaluasi dan memperbaiki suatu produk dan jasa mereka. Focus dari perilaku konsumen adalah bagaimana individu membuat keputusan untuk menggunakan sumber daya mereka yang telah tersedia untuk mengkonsumsi suatu barang.
Dua wujud konsumen:
1. Personal Consumer : konsumen ini membeli atau menggunakan barang atau jasa untuk penggunaannya sendiri.
2. Organizational Consumer : konsumen ini membeli atau menggunakan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan dan menjalankan organisasi tersebut.
v Perilaku permintaan konsumen terhadap barang dan jasa akan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya: pendapatan, selera konsumen, dan harga barang, disaat kondisi yang lain tidak berubah (ceteris paribus). Perilaku konsumen ini didasarkan pada Teori Perilaku Konsumen yang menjelaskan bagaimana seseorang dengan pendapatan yang diperolehnya, dapat membeli berbagai barang dan jasa sehingga tercapai kepuasan tertentu sesuai dengan apa yang diharapkannya.
Asumsi: Konsumen bersikap rasional Dengan anggaran yang tersedia, konsumen berusaha memaksimalkan kepuasan totalnya dari barang yang dikonsumsinya.
Pendekatan Kardinal
• Asumsi: Kepuasan seorang konsumen dalam mengkonsumsi suatu barang dapat diukur dengan satuan kepuasan (misalnya mata uang. Setiap tambahan satu unit barang yang dikonsumsi akan menambash kepuasan yang diperoleh konsumen tersebut dalam jumlah tertentu. Tambahan kepuasan yang diperoleh dari penambahan jumlah barang yang dikonsumsi disebut kepuasan marginal (Marginal Utility) Berlaku hukum tambahan kepuasan yang semakin menurun (The Law of Diminishing Marginal Utility), yaitu besarnya kepuasan marginal akan selalu menurun dengan bertambahnya jumlah barang yang dikonsumsi secara terus menerus.
v Keseimbangan Konsumen
Keseimbangan konsumen tercapai jika konsumen memperoleh kepuasan maksimum dari mengkonsumsi suatu barang.
Pendekatan Ordinal
• Kelemahan pendekatan kardinal terletak pada anggapan yang digunakan bahwa kepuasan konsumen dari mengkonsumsi barang dapat diukur dengan satuan kepuasan. Pada kenyataannya pengukuran semacam ini sulit dilakukan.
• Pendekatan ordinal mengukur kepuasan konsumen dengan angka ordinal (relatif).
• Tingkat kepuasan konsumen dengan menggunakan kurva indiferens (kurva yg menunjukkan tingkat kombinasi jumlah barang yang dikonsumsi yang menghasilkan tingkat kepuasan yang sama).
• Konsumtivisme merupakan paham untuk hidup secara konsumtif, sehingga orang yang konsumtif dapat dikatakan tidak lagi mempertimbangkan fungsi atau kegunaan ketika membeli barang melainkan mempertimbangkan prestise yang melekat pada barang tersebut. Oleh karena itu, arti kata konsumtif (consumtive) adalah boros atau perilaku yang boros, yang mengonsumsi barang atau jasa secara berlebihan. Dalam artian luas konsumtif adalah perilaku berkonsumsi yang boros dan berlebihan, yang lebih mendahulukan keinginan daripada kebutuhan, serta tidak ada skala prioritas atau juga dapat diartikan sebagai gaya hidup yang bermewah-mewah
v Pola hidup konsumtif :
Kata konsumtif ( sebagai kata sifat, lihat akhiran if ) sering diartikan sama dengan konsumerisme. Padahal kata yang terakhir ini mengacu pada segala sesuatu yang berhubungan dengan konsumen. Sedangkan konsumtif lebih khusus menjelaskan keinginan untuk mengkonsumsi barang-barang yang kurang diperlukan secara berlebihan untuk mencapai kepuasan yang maksimal.
Dalam era globalisasi ini dan di tengah kondisi insibilitas ekonomi yang mengakibatkan terus melonjaknya harga komoditas bahan pokok saat ini,pengendalian diri sangatlah penting. Sedini mungkin hendaknya menghindari pola hidup konsumtif. Kebiasaan konsumtif ini biasanya didasari oleh faktor gengsi Banyak orang merasa tidak puas, iri, ingin mendapat sesuatu dengan cara yang mudah.
Perilaku konsumtif, biasanya kelompok usia remaja adalah salah satu pasar yang sangat potensial. Alasannya antara lain karena pola konsumsi seseorang terbentuk pada usia remaja. Di samping itu, remaja biasanya mudah terbujuk rayuan iklan, suka ikut–ikutan teman, tidak realistis, dan cenderung boros dalam menggunakan uangnya. Sifat-sifat remaja inilah yang sering dimanfaatkan oleh sebagian produsen untuk memasuki pasar remaja.
Dikalangan remaja yang memiliki orang tua dengan kelas ekonomi yang cukup berada,terutama di kota-kota besar, mall sudah menjadi runah kedua. Mereka ingin menunjukkan bahwa mereka juga dapat mengikuti mode yang beredar. Padahal mode itu sendiri selalu berubah sehingga membuat para remaja merasa tidak puas dengan apa yang dimilikinya. Contohnya saja dengan berbagai merk hp dan serinya sampai-sampai ada yang membuat tiruannya dengan harga yang fantastis murahnya. Munculah perilaku konsumtif.
v Dari sejumlah penelitian, ada perbedaan dalam pola konsumtif antara pria dan wanita. Juga terdapat sifat yang berbeda antara pria dan wanita dalam perilaku membeli.
Perbedaan tersebut adalah :
a. pria
• mudah terpengaruh bujukan penjual
• sering tertipu karena tidak sabar dalam memilih barang
• mempunyai perasaan kurang enak bila tidak membeli sesuatu setelah memasuki took
• kurang menikmati kegiatan berbelanja sehingga sering terburu-buru mengambil suatu keputusan membeli
b. wanita
• lebih tertarik pada warna dan bentuk bukan pada hal yang teknis
• tidak mudah terbawa arus bujukan penjual
• menyenangi hal- hal yang romantis daripada obyektif
• cepat merasakan suasana took
• senang melakukan kegiatan belanja walau hanya “wimdow shopping ( melihat saja tetapi tidak membeli )
v Perilaku konsumtif pada remaja sebenarnya dapat dimengerti bila melihat usia remaja sebagai usia peralihan dalam mencari identitas diri. Remaja ingin diakui eksistensinya oleh lingkungan dengan berusaha menjadi sama dengan orang lain yang sebaya, itu menyebabkan remaja berusaha untuk mengikuti atribut yang sedang saat ini.
Remaja dalam perkembangan kognitif dan emosinya masih memandang bahwa atribut yang superficial itu sama penting ( bahkan lebih penting ) dengan substansi. Akan menjadi masalah ketika kecenderungan yang seharusnya wajar pada remaja ini dilakukan secara berlebihan.
Ada pepatah Lebih besar pasak daripada tiang terkadang apa yang dituntut diluar kemampuan yang kita miliki.Perilaku konsumtif ini dapat terus mengakar dalam gaya hidup sekelompok remaja yang dalam perkembangannya mereka akan menjadi dewasa dengan gaya hidup konsumtif.
• Konsumerisme adalah paham atau ideologi yang menjadikan seseorang atau kelompok melakukan atau menjalankan proses konsumsi atau pemakaian barang-barang hasil produksi secara berlebihan atau tidak sepantasnya secara sadar dan berkelanjutan.
• Hal tersebut menjadikan manusia menjadi pecandu dari suatu produk, sehingga ketergantungan tersebut tidak dapat atau susah untuk dihilangkan. Sifat konsumtif yang ditimbulkan akan menjadikan penyakit jiwa yang tanpa sadar menjangkit manusia dalam kehidupannya.
konsumerisme itu sendiri merupakan gerakan konsumen (consumer movement) yang mempertanyakan kembali dampak-dampak aktivitas pasar bagi konsumen (akhir). Dalam pengertian lebih luas, istilah konsumerisme, dapat diartikan sebagai gerakan yang memperjuangkan kedudukan yang seimbang antara konsumen, pelaku usaha dan negara dan gerakan tidak sekadar hanya melingkupi isu kehidupan sehari-hari mengenai produk harga naik atau kualitas buruk, termasuk hak asasi manusia berikut dampaknya bagi konsumer.
Dalam kamus bahasa Inggris-Indonesia kontemporer (Peter Salim, 1996), arti konsumerisme (consumerism) adalah cara melindungi publik dengan memberitahukan kepada mereka tentang barang-barang yang berkualitas buruk, tidak aman dipakai dan sebagainya. Selain itu, arti kata ini adalah pemakaian barang dan jasa.
v Masyarakat konsumerisme
Dalam ranah masyarakat konsumer hasrat direproduksi lewat ide-ide yang terbentuk lewat proses sosial. Baudrillard misalnya melihat bahwa struktur nilai yang tercipta secara diskursif menentukan kehadiran hasrat. Struktur nilai dalam realitas masyarakat konsumer ini menurutnya mengejawantah dalam kode-kode. Produksi tidak lagi menciptakan materi sebagai objek eksternal, produksi menciptakan materi sebagai kode-kode yang menstimulasi kebutuhan atau hasrat sebagai objek internal konsumsi.
Dalam nalar Freudian hasrat untuk mengonsumsi secara mendasar adalah sesuatu yang bersifat instingtual. Ia berada dalam fase pertama perkembangan struktur psikis manusia: yaitu id. Pada fase id ini semua tindakan mengacu atau didasari oleh prinsip kesenangan-kesenangan yang bersifat spontan.
Adalah jelas bahwa tindakan untuk mencapai kepuasan dan kesenangan spontan ini dalam fase id bersifat irasional. Mengonsumsi pada awalnya terkait dengan tindakan menggapai kepuasan secara irasional, spontan dan temporal–fase id struktur psikis manusia.
v Budaya konsumerisme
Dalam ranah masyarakat konsumer hasrat direproduksi lewat ide-ide yang terbentuk lewat proses sosial. Baudrillard misalnya melihat bahwa struktur nilai yang tercipta secara diskursif menentukan kehadiran hasrat. Struktur nilai dalam realitas masyarakat konsumer ini menurutnya mengejawantah dalam kode-kode. Produksi tidak lagi menciptakan materi sebagai objek eksternal, produksi menciptakan materi sebagai kode-kode yang menstimulasi kebutuhan atau hasrat sebagai objek internal konsumsi.
Dalam nalar Freudian hasrat untuk mengonsumsi secara mendasar adalah sesuatu yang bersifat instingtual. Ia berada dalam fase pertama perkembangan struktur psikis manusia: yaitu id. Pada fase id ini semua tindakan mengacu atau didasari oleh prinsip kesenangan-kesenangan yang bersifat spontan.
Adalah jelas bahwa tindakan untuk mencapai kepuasan dan kesenangan spontan ini dalam fase id bersifat irasional. Mengkonsumsi pada awalnya terkait dengan tindakan menggapai kepuasan secara irasional, spontan dan temporal–fase id struktur psikis manusia.
Sabtu, 06 Maret 2010
kumpulin tgs ergonomi
Nama : Mochammad Abrianto
Kelas : 3 PA 05
NPM 10507290
Masalah Ergonomi dan Dampak Psikologisnya
Ergonomi Dalam Peningkatan Produktivitas Petani
Berbicara masalah ergonomi sangat erat kaitannya dengan alat, aktivitas, serta produk – produk yang dihasilkan oleh manusia. Karena disini ergonomi merupakan suatu keilmuan yang multidisiplin, mempelajari pengetahuan-pengetahuan dari ilmu kedokteran, biologi, ilmu psikologi dan sosiologi. Pada prinsipnya disiplin ergonomi akan mempelajari apa akibat-akibat jasmani, kejiwaan dan sosial dari teknologi dan produk-produknya terhadap manusia melalui pengetahuan-pengetahuan tersebut pada jenjang mikro maupun makro.
Karena yang dipelajari adalah dampak dari teknologi dan produk-produknya, maka pengetahuan yang khusus dipelajari akan berkaitan dengan teknologi seperti biomekanik, antropometri teknik, teknologi produksi, lingkungan fisik dan lain-lain. Maksud dan tujuan dari ergonomi adalah mendapatkan suatu pengetahuan yang utuh tentang permasalahan-permasalahan interaksi manusia dengan produk-produknya, sehingga dimungkinkan adanya suatu rancangan sistem manusia-mesin yang optimal. Dengan demikian disiplin ergonomi melihat permasalahan interaksi tersebut sebagai suatu sistem dengan pemecahan-pemecahan masalahnya melalui proses pendekatan sistem pula. Disiplin ini akan mencoba membawa ke arah proses perancangan mesin yang tidak saja memiliki kemampuan produksi yang lebih canggih lagi, melainkan juga memperhatikan aspek-aspek yang berkaitan dengan kemampuan dan keterbatasan manusia yang mengoperasikan mesin tersebut. Tujuan pokoknya adalah terciptanya desain sistem manusia-mesin yang terpadu sehingga efektivitas dan efisiensi kerja bisa tercapai secara optimal.
Fokus perhatian ergonomi adalah berkaitan erat dengan aspek-aspek manusia di dalam perencanaan man-made objects (proses perancangan produk) dan lingkungan kerja. Pendekatan agro ergonomi akan ditekankan pada penelitian kemampuan keterbatasan manusia, baik secara fisik maupun mental psikologis dan interaksinya dalam sistem manusia-mesin yang integral. Maka, secara sistematis pendekatan ergonomi kemudian akan memanfaatkan informasi tersebut untuk tujuan rancang bangun, sehingga akan tercipta produk, sistem atau lingkungan kerja yang lebih sesuai dengan manusia. Pada gilirannya rancangan yang ergonomis akan dapat meningkatkan efisiensi, efektifitas dan produktivitas kerja, serta dapat menciptakan sistem serta lingkungan kerja yang cocok, aman, nyaman dan sehat.
Disini kita akan membahas sedikit mengenai bagaimana agro ergonomi dapat meningkatkan produktivitas petani. Upaya peningkatan produktivitas petani secara terus-menerus dan menyeluruh merupakan hal yang penting tidak saja berlaku bagi setiap individu petani, juga bagi instansi yang terkait di sektor pertanian. Dengan peningkatan produktivitas maka tanggung jawab manajemen akan terpusat pada upaya dan daya untuk melaksanakan fungsi dan peran dalam kegiatan produksi. Khususnya yang bersangkut-paut dengan efisiensi penggunaan sumber-sumber input. Pendekatan agro ergonomi akan memainkan peran yang penting dalam upaya meningkatkan produktivitas petani. Beberapa peneliti di bidang ergonomi telah melakukan upaya ke arah tersebut. Seperti pada penelitian dengan memodifikasi meja pengumpan dan menambah peredam kebiasaan pada mesin perontok padi, dapat meningkatkan produktivitas kerja petani sebesar 46,49% (Sucipta, 2004). Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sutjana (1998) yaitu produktivitas kerja penyabit padi menggunakan sabit bergigi lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan sabit biasa dan berbeda bermakna setelah lima belas menit pertama, dan hasil penelitian Erawan (2002) bahwa produktivitas kerja operator traktor dari perbaikan rancang bangun handel yang mengacu aspek antropometri meningkat sebesar 23,25%. Contoh lain dari aplikasi disiplin ergonomi juga bisa dilihat dalam proses perancangan peralatan kerja untuk penggunaan yang lebih efektif. Perkakas kerja seperti sabit atau cangkul misalnya dengan pegangan (handle) yang berbentuk kurva pada dasarnya merupakan hasil dari human engineering studies. Desain handle yang berbentuk kurva — dan disesuaikan dengan bentuk genggaman tangan — akan memudahkan cara pengoperasian peralatan tersebut. Dengan demikian ergonomi adalah suatu cabang keilmuan yang sistematis untuk memanfaatkan informasi-informasi mengenai sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia untuk merancang suatu sistem kerja, sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada sistem tersebut dengan baik; yaitu mencapai tujuan yang diinginkan melalui pekerjaan itu dengan efektif, efisien, aman dan nyaman. Sistem kerja di sini dimaksudkan sistem hubungan manusia-mesin (teknologi) yang dipertimbangkan sebagai sistem yang terpadu. Kalau di saat yang lalu perancangan mesin semata-mata ditekankan pada kemampuannya untuk berproduksi semata dengan atau sedikit sekali memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan elemen manusia maka sekarang dengan ergonomi proses perancangan mesin akan memperhatikan aspek-aspek manusia dalam interaksinya dengan mesin secara lebih baik lagi. Dengan kata lain di sini manusia tidak lagi harus menyesuaikan dirinya dengan mesin yang dioperasikan melainkan sebaliknya, mesin dirancang dengan terlebih dulu memperhatikan kelebihan dan keterbatasan manusia yang mengoperasikannya. Manusia yang merupakan salah satu komponen dari suatu sistem kerja dengan segala aspek, sifat dan tingkah lakunya merupakan makhluk yang kompleks. Untuk mempelajari manusia, tidak cukup ditinjau dari satu segi ilmu saja. Oleh sebab itulah maka untuk mengembangkan ergonomi memerlukan dukungan dari berbagai disiplin keilmuan seperti kedokteran (faal/anatomi), psikologi, antropologi, biologi, di samping berbagai disiplin teknologi lainnya. Pendekatan khusus ergonomi ialah aplikasi yang sistematif dari segala informasi yang relevan, yang berkaitan dengan karakteristik dan perilaku manusia di dalam perancangan peralatan, fasilitas dan ingkungan kerja yang dipakai.
Fokus perhatian ergonomi adalah berkaitan erat dengan aspek-aspek manusia di dalam perencanaan man-made objects (proses perancangan produk) dan lingkungan kerja. Tujuan pokok ergonomi adalah terciptanya desain sistem manusia-mesin yang terpadu sehingga efektivitas dan efisiensi kerja bisa tercapai secara optimal. endekatan agro ergonomi ditekankan pada penelitian kemampuan keterbatasan manusia, secara fisik maupun mental psikologis dan interaksinya dalam sistem manusia-mesin yang integral. Dengan demikian jelas bahwa pendekatan ergonomi akan mampu menimbulkan functional effectiveness dan kenikmatan-kenikmatan pemakaian dari peralatan fasilitas maupun lingkungan kerja yang dirancang.
Kelas : 3 PA 05
NPM 10507290
Masalah Ergonomi dan Dampak Psikologisnya
Ergonomi Dalam Peningkatan Produktivitas Petani
Berbicara masalah ergonomi sangat erat kaitannya dengan alat, aktivitas, serta produk – produk yang dihasilkan oleh manusia. Karena disini ergonomi merupakan suatu keilmuan yang multidisiplin, mempelajari pengetahuan-pengetahuan dari ilmu kedokteran, biologi, ilmu psikologi dan sosiologi. Pada prinsipnya disiplin ergonomi akan mempelajari apa akibat-akibat jasmani, kejiwaan dan sosial dari teknologi dan produk-produknya terhadap manusia melalui pengetahuan-pengetahuan tersebut pada jenjang mikro maupun makro.
Karena yang dipelajari adalah dampak dari teknologi dan produk-produknya, maka pengetahuan yang khusus dipelajari akan berkaitan dengan teknologi seperti biomekanik, antropometri teknik, teknologi produksi, lingkungan fisik dan lain-lain. Maksud dan tujuan dari ergonomi adalah mendapatkan suatu pengetahuan yang utuh tentang permasalahan-permasalahan interaksi manusia dengan produk-produknya, sehingga dimungkinkan adanya suatu rancangan sistem manusia-mesin yang optimal. Dengan demikian disiplin ergonomi melihat permasalahan interaksi tersebut sebagai suatu sistem dengan pemecahan-pemecahan masalahnya melalui proses pendekatan sistem pula. Disiplin ini akan mencoba membawa ke arah proses perancangan mesin yang tidak saja memiliki kemampuan produksi yang lebih canggih lagi, melainkan juga memperhatikan aspek-aspek yang berkaitan dengan kemampuan dan keterbatasan manusia yang mengoperasikan mesin tersebut. Tujuan pokoknya adalah terciptanya desain sistem manusia-mesin yang terpadu sehingga efektivitas dan efisiensi kerja bisa tercapai secara optimal.
Fokus perhatian ergonomi adalah berkaitan erat dengan aspek-aspek manusia di dalam perencanaan man-made objects (proses perancangan produk) dan lingkungan kerja. Pendekatan agro ergonomi akan ditekankan pada penelitian kemampuan keterbatasan manusia, baik secara fisik maupun mental psikologis dan interaksinya dalam sistem manusia-mesin yang integral. Maka, secara sistematis pendekatan ergonomi kemudian akan memanfaatkan informasi tersebut untuk tujuan rancang bangun, sehingga akan tercipta produk, sistem atau lingkungan kerja yang lebih sesuai dengan manusia. Pada gilirannya rancangan yang ergonomis akan dapat meningkatkan efisiensi, efektifitas dan produktivitas kerja, serta dapat menciptakan sistem serta lingkungan kerja yang cocok, aman, nyaman dan sehat.
Disini kita akan membahas sedikit mengenai bagaimana agro ergonomi dapat meningkatkan produktivitas petani. Upaya peningkatan produktivitas petani secara terus-menerus dan menyeluruh merupakan hal yang penting tidak saja berlaku bagi setiap individu petani, juga bagi instansi yang terkait di sektor pertanian. Dengan peningkatan produktivitas maka tanggung jawab manajemen akan terpusat pada upaya dan daya untuk melaksanakan fungsi dan peran dalam kegiatan produksi. Khususnya yang bersangkut-paut dengan efisiensi penggunaan sumber-sumber input. Pendekatan agro ergonomi akan memainkan peran yang penting dalam upaya meningkatkan produktivitas petani. Beberapa peneliti di bidang ergonomi telah melakukan upaya ke arah tersebut. Seperti pada penelitian dengan memodifikasi meja pengumpan dan menambah peredam kebiasaan pada mesin perontok padi, dapat meningkatkan produktivitas kerja petani sebesar 46,49% (Sucipta, 2004). Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sutjana (1998) yaitu produktivitas kerja penyabit padi menggunakan sabit bergigi lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan sabit biasa dan berbeda bermakna setelah lima belas menit pertama, dan hasil penelitian Erawan (2002) bahwa produktivitas kerja operator traktor dari perbaikan rancang bangun handel yang mengacu aspek antropometri meningkat sebesar 23,25%. Contoh lain dari aplikasi disiplin ergonomi juga bisa dilihat dalam proses perancangan peralatan kerja untuk penggunaan yang lebih efektif. Perkakas kerja seperti sabit atau cangkul misalnya dengan pegangan (handle) yang berbentuk kurva pada dasarnya merupakan hasil dari human engineering studies. Desain handle yang berbentuk kurva — dan disesuaikan dengan bentuk genggaman tangan — akan memudahkan cara pengoperasian peralatan tersebut. Dengan demikian ergonomi adalah suatu cabang keilmuan yang sistematis untuk memanfaatkan informasi-informasi mengenai sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia untuk merancang suatu sistem kerja, sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada sistem tersebut dengan baik; yaitu mencapai tujuan yang diinginkan melalui pekerjaan itu dengan efektif, efisien, aman dan nyaman. Sistem kerja di sini dimaksudkan sistem hubungan manusia-mesin (teknologi) yang dipertimbangkan sebagai sistem yang terpadu. Kalau di saat yang lalu perancangan mesin semata-mata ditekankan pada kemampuannya untuk berproduksi semata dengan atau sedikit sekali memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan elemen manusia maka sekarang dengan ergonomi proses perancangan mesin akan memperhatikan aspek-aspek manusia dalam interaksinya dengan mesin secara lebih baik lagi. Dengan kata lain di sini manusia tidak lagi harus menyesuaikan dirinya dengan mesin yang dioperasikan melainkan sebaliknya, mesin dirancang dengan terlebih dulu memperhatikan kelebihan dan keterbatasan manusia yang mengoperasikannya. Manusia yang merupakan salah satu komponen dari suatu sistem kerja dengan segala aspek, sifat dan tingkah lakunya merupakan makhluk yang kompleks. Untuk mempelajari manusia, tidak cukup ditinjau dari satu segi ilmu saja. Oleh sebab itulah maka untuk mengembangkan ergonomi memerlukan dukungan dari berbagai disiplin keilmuan seperti kedokteran (faal/anatomi), psikologi, antropologi, biologi, di samping berbagai disiplin teknologi lainnya. Pendekatan khusus ergonomi ialah aplikasi yang sistematif dari segala informasi yang relevan, yang berkaitan dengan karakteristik dan perilaku manusia di dalam perancangan peralatan, fasilitas dan ingkungan kerja yang dipakai.
Fokus perhatian ergonomi adalah berkaitan erat dengan aspek-aspek manusia di dalam perencanaan man-made objects (proses perancangan produk) dan lingkungan kerja. Tujuan pokok ergonomi adalah terciptanya desain sistem manusia-mesin yang terpadu sehingga efektivitas dan efisiensi kerja bisa tercapai secara optimal. endekatan agro ergonomi ditekankan pada penelitian kemampuan keterbatasan manusia, secara fisik maupun mental psikologis dan interaksinya dalam sistem manusia-mesin yang integral. Dengan demikian jelas bahwa pendekatan ergonomi akan mampu menimbulkan functional effectiveness dan kenikmatan-kenikmatan pemakaian dari peralatan fasilitas maupun lingkungan kerja yang dirancang.
Sabtu, 02 Januari 2010
SIKAP PEKERJA DAN KEPUASAN KERJA
SIKAP PEKERJA DAN KEPUASAN KERJA
Nama : Mochammad Abrianto
Npm : 10507290
Kelas : 3 PA 05
Berdasarkan pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa kepuasan kerja adalah suatu perasaan dan sikap positif karyawan terhadap pekerjaannya, kondisi, situasi kerja, interaksi dan peran karyawan dalam lingkungan kerja yang berkaitkan dengan kebutuhan yang akan dicapai dengan kenyataan yang ada.
A. TEORI – TEORI KEPUASAN KERJA
1.Teori Perbandingan Intrapersonal (Discrepancy Theory)
Kepuasan atau ketidakpuasan yang dirasakan oleh individu merupakan hasil dari perbandingan atau kesenjangan yang dilakukan oleh diri sendiri terhadap berbagai macam hal yang sudah diperolehnya dari pekerjaan dan yang menjadi harapannya. Kepuasan akan dirasakan oleh individu tersebut bila perbedaan atau kesenjangan antara standar pribadi individu dengan apa yang diperoleh dari pekerjaan kecil, sebaliknya ketidakpuasan akan dirasakan oleh individu bila perbedaan atau kesenjangan antara standar pribadi individu dengan apa yang diperoleh dari pekerjaan besar.
2. Teori Keadilan (Equity Theory)
Seseorang akan merasa puas atau tidak puas tergantung apakah ia merasakan adanya keadilan atau tidak atas suatu situasi. Perasaan equity atau inequity atas suatu situasi diperoleh seseorang dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain yang sekelas, sekantor, maupunditempat lain.
3. Teori Dua – Faktor (Two Factor Theory)
Prinsip dari teori ini adalah bahwa kepuasan dan ketidakpuasan kerja merupakan dua hal yang berbeda. Menurut teori ini, karakteristik pekerjaan dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yang satu dinamakan Dissatisfier atau hygiene factors dan yang lain dinamakan satisfier atau motivators.
B DETERMINAN SIKAP KERJA
Satisfier atau motivators adalah faktor-faktor atau situasi yang dibuktikannya sebagai sumber kepuasan kerja yang terdiri dari prestasi, pengakuan, wewenang, tanggungjawab dan promosi. Dikatakan tidak adanya kondisi-kondisi ini bukan berarti membuktikan kondisi sangat tidak puas, tetapi kalau ada, akan membentuk motivasi kuat yang menghasilkan prestasi kerja yang baik. Oleh sebab itu faktor ini disebut sebagai pemuas.
Hygiene factors adalah faktor-faktor yang terbukti menjadi sumber kepuasan, terdiri dari gaji, insentif, pengawasan, hubungan pribadi, kondisi kerja dan status. Keberadaan kondisi-kondisi ini tidak selalu menimbulkan kepuasan bagi karyawan, tetapi ketidakberadaannnya dapat menyebabkan ketidakpuasan bagi karyawan. As’ad (2004, p.104). Sebuah kelompok psikolog Universitas Minnesota pada akhir tahun 1950-an membuat suatu program riset yang berhubungan dengan problem umum mengenai penyesuaian kerja. Program ini mengembangkan sebuah kerangka konseptual yang, diberi nama Theory of Work Adjustment (Wayne dan Cascio, 1990, p.277).
Theory of Work Adjustment didasarkan pada hubungan antara individu dengan lingkungan kerjanya. Hubungan tersebut dimulai ketika individu memperlihatkan kemampuan atau keahlian yang memungkinkan untuk memberikan tanggapan terhadap kebutuhan kerja dari suatu lingkungan kerja. Dari lain pihak, lingkungan kerja menyediakan pendorong atau penghargaan tertentu seperti gaji, status, hubungan pribadi, dan lain-lain dalam hubungannya dengan kebutuhan individu.
Jika individu memenuhi persyaratan kerja, maka karyawan akan dianggap sebagai pekerja-pekerja yang memuaskan dan diperkenankan untuk tetap bekerja di dalam badan usaha. Di lain pihak, jika kebutuhan kerja memenuhi kebutuhan individu atau memenuhi kebutuhan kerja, pekerja dianggap sebagai pekerja-pekerja yang puas.
Individu berharap untuk dievaluasi oleh penyelia sebagai pekerja yang memuaskan ketika kemampuan dan keahlian individu memenuhi persyaratan kerja. Apabila pendorong-pendorong dari pekerjaan memenuhi kebutuhan kerja dari individu, mereka diharapkan untuk jadi pekerja yang puas. Seorang karyawan yang puas dan memuaskan diharapkan untuk melaksanakan pekerjaannya. Jika kemampuan dan persyaratan kerja tidak seimbang, maka pengunduran diri, tingkat pergantian, pemecatan dan penurunan jabatan dapat terjadi. Model Theory of Work Adjustment mengukur 20 dimensi yang menjelaskan 20 kebutuhan elemen atau kondisi penguat spesifik yang penting dalam menciptakan kepuasan kerja. Dimensi-dimensi tersebut dijelaskan sebagai berikut:
a. Ability Utilization adalah pemanfaatan kecakapan yang dimiliki oleh karyawan.
b. Achievement adalah prestasi yang dicapai selama bekerja.
c. Activity adalah segala macam bentuk aktivitas yang dilakukan dalam bekerja.
d. Advancement adalah kemajuan atau perkembangan yang dicapai selama bekerja.
e. Authority adalah wewenang yang dimiliki dalam melakukan pekerjaan.
f. Company Policies and Practices adalah kebijakan yang dilakukan adil bagi karyawan.
g. Compensation adalah segala macam bentuk kompensasi yang diberikan kepada para karyawan.
h. Co-workers adalah rekan sekerja yang terlibat langsung dalam pekerjaan.
i. Creativity adalah kreatifitas yang dapat dilakukan dalam melakukan pekerjaan.
j. Independence adalah kemandirian yang dimiliki karyawan dalam bekerja.
k. Moral values adalah nilai-nilai moral yang dimiliki karyawan dalam melakukan pekerjaannya seperti rasa bersalah atau terpaksa.
l. Recognition adalah pengakuan atas pekerjaan yang dilakukan.
m. Responsibility, tanggung jawab yang diemban dan dimiliki.
n. Security, rasa aman yang dirasakan karyawan terhadap lingkungan kerjanya.
o. Social Service adalah perasaan sosial karyawan terhadap lingkungan kerjanya.
p. Social Status adalah derajat sosial dan harga diri yang dirasakan akibat dari pekerjaan.
q. Supervision-Human Relations adalah dukungan yang diberikan oleh badan usaha terhadap pekerjanya.
r. Supervision-Technical adalah bimbingan dan bantuan teknis yang diberikan atasan kepada karyawan.
s. Variety adalah variasi yang dapat dilakukan karyawan dalam melakukan pekerjaannya.
t. Working Conditions, keadaan tempat kerja dimana karyawan melakukan pekerjaannya.
Hipotesis pokok dart Theory of Work Adjustment adalah bahwa kepuasan kerja merupakan fungsi dari hubungan antara sistem pendorong dari lingkungan kerja dengan kebutuhan individu
Dampak Kepuasan dan Ketidakpuasan Kerja
1. Produktifitas atau kinerja (Unjuk Kerja)
Lawler dan Porter mengharapkan produktivitas yang tinggi menyebabkan peningkatan dari kepuasan kerja hanya jika tenaga kerja mempersepsikan bahwa ganjaran instrinsik dan ganjaran ekstrinsik yang diterima kedua-duanya adil dan wajar dan diasosiasikan dengan unjuk kerja yang unggul. Jika tenaga kerja tidak mempersepsikan ganjaran intrinsik dan ekstrinsik yang berasosiasi dengan unjuk kerja, maka kenaikan dalam unjuk kerja tidak akan berkorelasi dengan kenaikan dalam kepuasan kerja. Asad (2004, p. 113).
2. Ketidakhadiran dan Turn Over
Porter & Steers mengatakan bahwa ketidakhadiran dan berhenti bekerja merupakan jenis jawaban yang secara kualitatif berbeda. Ketidakhadiran lebih bersifat spontan sifatnya dan dengan demikian kurang mungkin mencerminkan ketidakpuasan kerja. dalam Asad (2004, p.115). Lain halnya dengan berhenti bekerja atau keluar dari pekerjaan, lebih besar
kemungkinannya berhubungan dengan ketidakpuaan kerja. Menurut Robbins (1996) ketidakpuasan kerja pada tenaga kerja atau karyawan dapat diungkapkan ke dalam berbagai macam cara. Misalnya, selain meninggalkan pekerjaan, karyawan dapat mengeluh, membangkang, mencuri barang milik organisasi, menghindari sebagian dari tanggung jawab pekerjaan mereka.
Empat cara mengungkapkan ketidakpuasan karyawan, (p. 205) :
1. Keluar (Exit): Ketidakpuasan kerja yang diungkapkan dengan meninggalkan pekerjaan. Termasuk mencari pekerjaan lain.
2. Menyuarakan (Voice): Ketidakpuasan kerja yang diungkap melalui usaha aktif dan konstruktif untuk memperbaiki kondisi termasuk memberikan saran perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasannya.
3. Mengabaikan (Neglect): Kepuasan kerja yang diungkapkan melalui sikap membiarkan keadaan menjadi lebih buruk, termasuk misalnya sering absen atau dating terlambat, upaya berkurang, kesalahan yang dibuat makin banyak.
4. Kesetiaan (Loyalty): Ketidakpuasan kerja yang diungkapkan dengan menunggu secara pasif sampai kondisinya menjadi lebih baik, termasuk membela perusahaan terhadap kritik dari luar dan percaya bahwa organisasi dan manajemen akan melakukan hal yang tepat untuk memperbaiki kondisi.
5. Kesehatan
Meskipun jelas bahwa kepuasan kerja berhubungan dengan kesehatan, hubungan kausalnya masih tidak jelas. Diduga bahwa kepuasan kerja menunjang tingkat dari fungsi fisik mental dan kepuasan sendiri merupakan tanda dari kesehatan. Tingkat dari kepuasan kerja dan kesehatan mungkin saling mengukuhkan sehingga peningkatan dari yang satu dapat meningkatkan yang lain dan sebaliknya penurunan yang satu mempunyai akibat yang negatif
. Pengertian Sikap Kerja Perawat
Gibson (1997), menjelaskan sikap sebagai perasaan positif atau negatif atau keadaan mental yang selalu disiapkan, dipelajari dan diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh khusus pada respon seseorang terhadap orang, obyek ataupun keadaan. Sikap lebih merupakan determinan perilaku sebab, sikap berkaitan dengan persepsi, kepribadian dan motivasi.
sada (2000), menjelaskan sikap kerja adalah tindakan yang akan diambil karyawan dan segala sesuatu yang harus dilakukan karyawan tersebut yang hasilnya sebanding dengan usaha yang dilakukan. Misalnya, jika membagi tanggung jawab antara manajemen puncak dengan karyawan dari sudut pandang pekerjaan. Keduanya jelas berbeda. Manajemen harus menanggung tanggung jawab atas produk atau jasa tetapi karyawan hanya menanggung proses bagaimana membuat produk atau jasa tersebut. Jika prosesnya benar maka hasilnya tentu akan baik.
ikap kerja bisa dijadikan indikator apakah suatu pekerjaan berjalan lancar atau tidak. Jika sikap kerja dilaksanakan dengan baik pekerjaan akan berjalan lancar. Jika tidak berarti akan mengalami kesulitan. Tetapi harus diingat, bukan berarti adanya kesulitan karena tidak dipatuhinya sikap kerja, melainkan ada masalah lain lagi dalam hubungan antara karyawan yang akibatnya sikap kerjanya diabaikan. Harus selalu diingat proses akan menentukan hasil akhir.
Aniek (2005) menjelaskan sikap kerja sebagai kecenderungan pikiran dan perasaan puas atau tidak puas terhadap pekerjaannya. Indikasi karyawan yang merasa puas pada pekerjaannya akan bekerja keras, jujur, tidak malas dan ikut memajukan perusahaana. Sebaliknya karyawan yang tidak puas pada pekerjaannya akan bekerja seenaknya, mau bekerja kalau ada pengawasan, tidak jujur, yang akhirnya dapat merugikan perusahaan.
Sikap kerja yang ditunjukkan perwat di rumah sakit adalah pelayanan perawatan. Setyaningsih (2003), menjelaskan pelayanan keperawatan sebagai bagian penting dari pelayanan kesehatan yang meliputi aspek bio-psiko-sosial-spiritual yang komprehensif yang ditunjukkan kepada individu, keluarga atau masyarakat yang sehat maupun sakit yang mencakup siklus hidup manusia. International Council of Nurses (Setianingsih, 2003), menjelaskan bahwa keperawatan adalah fungsi yang unik membantu individu yang sakit atau sehat dengan penampilan kegiatan yang berhubungan dengan keehatan atau penyembuhan sampai individu yang bersangkutan mampu merawat kesehatannya sendiri apabila memilki kekuatan, kekuatan dan pengetahuan. Sedangkan dari hasil lokakarya keperawatan pada bulan Januari 1983 (Setianingsih, 2003) dirumuskan definisi keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan di bidang kesehatan yang didasari ilmu dan kiat keperawatan yang ditujukan kepada individu, keluarga, masyarakat baik yang sakit maupun yang sehat sejak lahir sampai meninggal. Kegiatan pelayanan meliputi upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan serta pemeliharaan kesehatan sesuai dengan wewenang, tanggung jawab serta etika profesi keperawatan.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa sikap kerja perawat adalah tindakan yang diambil perawat dalam kegiatan pelayanan sesuai dengan etika dan wewenang profesi keperawatan sebagai wujud dari kecenderungan perasaan puas atau tidak puas terhadap pekerjaannya
.
. Faktor-faktor Sikap Kerja
Blum And Naylor (Aniek, 2005) berpendapat bahwa faktor yang mempengaruhi sikap kerja adalah:
a. Kondisi kerja.
Situasi kerja yang meliputi lingkungan fisik ataupun lingkungan sosial yang menjamin akan mempengaruhi kenyamanan dalam bekerja. Adanya rasa nyaman akan mempengaruhi semangat dan kualitas karyawan.
b. Pengawasan atasan.
Seorang pimpinan yang melakukan pengawasan terhadap karyawan dengan baik dan penuh perhatian pada umumnya berpengaruh terhadap sikap dan semangat kerja karyawan.
c. Kerja sama dari teman sekerja.
Adanya teman sekerja yang dapat bekerja sama akan sangat mendukung kualitas dan prestasi dalam menyelesaikan pekerjaan.
d. Keamanan.
Adanya rasa aman yang tercipta serta lingkungan yang terjaga akan menjamin dan menambah ketenangan dalam bekerja.
e. Kesempatan untuk maju.
Adanya jaminan masa depan yang lebih baik dalam hal karier baik promosi jabatan dan jaminan hari tua.
f. Fasilitas kerja
Tersedianya fasilitas-fasilitas yang digunakan karyawan dalam pekerjaannya.
g. Gaji
asa senang terhadap imbalan yang diberikan perusahaan baik yang berupa gaji pokok, tunjangan dan sebagainya yang akan mempengaruhi sikap karyawan dalam menyelesaikan pekerjaannya.
Berdasar uraian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi sikap kerja karyawan adalah kondisi kerja, pengawasan atasan, kerjasama dari teman sekerja, keamanan, kesempatan untuk maju, fasilitas kerja dan upah /gaji
3. Aspek-aspek Pendukung Sikap Kerja
Osada (2000), menguraikan tentang aspek-aspek yang mendukung sikap kerja karyawan. Aspek-aspek sikap kerja tersebut dibagi menjadi 5 hal penting, yaitu:
C. PENGUKURAN SIKAP KERJA
a. Pemilahan (seiri)
Pemilahan berarti memilah segala sesuatu dengan aturan atau prinsip tertentu. Langkah yang harus ditempuh adalah membagi segala sesuatu ke dalam kelompok sesuai dengan urutan kepentingannya dan membaginya dengan memutuskan mana yang penting dan mana yang sangat penting. Pemilahan merupakan dasar dari sikap kerja.
b. Penataan (seiton)
Penataan bertujuan untuk menghilangkan proses pencarian. Yang diutamakan adalah penghapusan proses pencarian dan manajemen fungsional dengan cara mendasarkan pada seberapa banyak yang bisa disimpan dalam pikir/otak dan bertindak dengan cepat.
c. Pembersihan (seiso)
Pembersihan merupakan salah satu bentuk pemeriksaan. Yang diutamakan dalam pembersihan adalah pemeriksaan terhadap tindakan yang dilakukan dan menciptakan sikap kerja yang tidak memiliki cacat ataupun cela. Prinsipnya adalah pemeriksaan dan tingkat kebersihan.
d. Pemantapan (seiketsu)
Pemantapan berarti terus menerus dan secara berulang-ulang memelihara pemilahan, penataan dan pembersihannya.. Prinsip dari pemantapan adalah inovasi dan manajemen diri untuk mencapai dan memelihara kondisi yang sudah dimantapkan sehingga dapat bertindak dengan cepat.
e. Pembiasaan (shitsuke)
Pembiasaan berarti menanamkan kemampuan untuk melakukan sesuatu dengan cara yang benar. Prinsip yang digunakan adalah menciptakan suatu sikap kerja yang sesuai lewat kebiasaan dan perilaku yang baik sehingga nantinya karyawan dapat bekerja dengan baik dan mematuhi peraturan.
Berdasar uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek yang mendukung sikap kerja antara lain pemilahan, penataan, pembersihan, pemantapan dan pembiasaan. Tujuannya menciptakan suatu sikap kerja yang sesuai kebiasaan yang baik dan perilaku yang baik sehingga karyawan dapat bekerja dengan lancar dan mematuhi peraturan.
Contohnya
Perawat di rumah sakit. Gambaran seperti ini dapat dilihat dengan klik link di bawah ini :
http://www.youtube.com/watch?v=BHOh3tftGN8, www.KabariNews.com
f. Fasilitas kerja
Tersedianya fasilitas-fasilitas yang digunakan karyawan dalam pekerjaannya.
g. Gaji
asa senang terhadap imbalan yang diberikan perusahaan baik yang berupa gaji pokok, tunjangan dan sebagainya yang akan mempengaruhi sikap karyawan dalam menyelesaikan pekerjaannya.
Berdasar uraian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi sikap kerja karyawan adalah kondisi kerja, pengawasan atasan, kerjasama dari teman sekerja, keamanan, kesempatan untuk maju, fasilitas kerja dan upah /gaji
D. Hubungan Pelaksanaan Kerja & Kepuasan Kerja
Adanya tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan memberikan dampak sekaligus tantangan bagi rumah sakit. Tantangan ini memaksa rumah sakit untuk mengembangkan kemampuannya dalam berbagai aspek terutama kemampuan sumber daya manusia sebagai aset utama rumah sakit dalam mewujudkan pelayanan yang memuaskan masyarakat.
Pelayanan keperawatan merupakan bagian integral pelayanan kesehatan rumah sakit yang akan mendukung proses penyembuhan dan pemulihan kesehatan pasien yang dirawat. Huber (1996) melaporkan 90% dari pelayanan kesehatan di rumah sakit adalah pelayanan keperawatan. Pelayanan keperawatan berorientasi pada pemenuhan kebutuhan pasien selama 24 jam. Hal ini menunjukkan bahwa pelayanan keperawatan merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan, karena membutuhkan waktu yang panjang untuk melayani pasien. Dengan demikian perawat membutuhkan lingkungan kerja yang baik. Karena lingkungan kerja merupakan lingkungan internal dalam sebuah organisasi yang mempengaruhi perilaku perawat dalam menjalankan tugasnya.
Karyawan perlu diberi motivasi agar mereka terpacu untuk membuat pilihan yang positif dan bekerja keras sehingga dapat mencapai tujuan dan kepuasan karyawan. Untuk memenuhi kebutuhan yang dapat memuaskan karyawan, organisasi tidak hanya memikirkan kebutuhan fisik seperti gaji, insentif, bonus, tunjangan perumahan, kesehatan, transportasi dan pendidikan, tetapi juga kebutuhan psikis lain yang sering kali tidak tergantikan oleh uang yaitu kebahagiaan, rasa nyaman, rasa diterima, dan aktualisasi diri. Kepuasan kerja juga merupakan faktor penting dalam menghasilkan kinerja. Adanya kepuasan kerja akan berpengaruh pada produktifitas dan prestasi kerja karyawan akan meningkat secara optimal.
Organisasi yang ingin lebih maju dan berkembang akan memikirkan kepuasan kerja para karyawannya. Kepuasan kerja yang diperoleh akan menimbulkan semangat karyawan untuk bekerja lebih baik lagi. Bila karyawan dalam suatu organisasi tidak mendapatkan kepuasan mereka cenderung akan mencari organisasi lain yang mampu memberikan kepuasan ataupun melakukan tindakan-tindakan untuk meminta perhatian pada organisasi agar memikirkan kepuasan karyawannya. Kepuasan kerja dapat dijadikan aspek untuk melihat kondisi suatu organisasi. Kepuasan kerja yang rendah menimbulkan dampak negatif seperti mangkir kerja, kesehatan tubuh menurun, kecelakaan kerja, pencurian (Robbins, 2006).
Menurut Handoko (1995) kepuasan kerja dipengaruhi oleh karakteristik pekerja, karakteristik pekerjaannya dan karakteristik lingkungan kerja. Kepuasan kerja dipengaruhi searah oleh umur dan jenjang pekerjaan. Semakin tua umur pekerja cenderung lebih terpuaskan dengan pekerjaan mereka, dan semakin tinggi jenjang pekerjaan karyawan semakin puas. Selain itu kepuasan kerja mempunyai hubungan terbalik dengan besar organisasi, yaitu semakin besar organisasi kepuasan kerja cenderung turun, disebabkan longgarnya sistem partisipasi dan komunikasi serta hilangnya peranan pada tiap karyawan.
Indikator yang mempengaruhi kepuasan kerja menurut Luthans (1997) terdiri atas lima indikator, yaitu :
1. Pembayaran, seperti gaji dan upah. Karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang dipersepsikan sebagai adil, tidak meragukan dan segaris dengan pengharapannya. Bila upah dilihat sebagai adil yang didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat ketrampilan individu, dan standar pengupahan komunitas kemungkinan besar akan dihasilkan kepuasan.
2. Pekerjaan itu sendiri, karyawan cenderung menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi kesempatan untuk menggunakan kemampuan dan ketrampilannya, kebebasan, dan umpan balik mengenahi betapa baik mereka bekerja. Karakteristik ini membuat kerja lebih menantang. Pekerjaan yang kurang menantang menciptakan kebosanan, tetapi yang terlalu banyak menantang juga dapat menciptakan frustasi dan perasaan gagal.
3. Rekan kerja, bagi kebanyakan karyawan, kerja juga mengisi kebutuhan akan interaksi sosial. Oleh karena itu tidaklah mengejutkan bila mempunyai rekan kerja yang ramah dan mendukung menghantar ke kepuasan kerja yang meningkat.
4. Promosi pekerjaan, promosi terjadi pada saat seorang karyawan berpindah dari satu pekerjaan ke posisi lainnya yang lebih tinggi, dengan tanggung jawab dan jenjang organisasionalnya. Pada saat dipromosikan karyawan umumnya menghadapi peningkatan tuntutan dan keahlian, kemampuan dan tanggung jawab. Sebagian bersar karyawan merasa positif karena dipromosikan. Promosi memungkinkan organisasi untuk mendayagunakan kemampuan dan keahlian karyawan setinggi mungkin.
5. Kepenyeliaan (supervisi), supervisi mempunyai peran yang penting dalam manajemen. Supervisi berhubungan dengan karyawan secara langsung dan mempengaruhi karyawan dalam melakukan pekerjaannya. Umumnya karyawan lebih suka mempunyai supervisi yang adil, terbuka dan mau bekerjasama dengan bawahan.
Adanya kepuasan kerja, menurut Lateiner dan Levine (1971), karyawan akan merasa senang dalam bekerja sehingga akan menimbulkan aktifitas dan sikap yang positif dalam bekerja, serta adanya keterikatan dengan perusahaan dan perasaan selalu ingin dalam lingkungan perusahaan tersebut. Sedangkan ketidakpuasan dapat mengakibatkan rendahnya keterikatan dengan perusahaan yang diwujudkan dalam perilaku penarikan diri dari pekerjaannya, kurang terlibat dalam pekerjaan, tingkat absensi maupun turn over yang tinggi.
Perawat pelaksana menginginkan iklim yang memberikan kepuasan kerja. Kepuasan kerja tercapai jika iklim dapat memberikan kondisi kerja yang baik, gaji yang tinggi, kesempatan untuk mengembangkan profesionalitas, tantangan, kesempatan dalam pengambilan keputusan, staffing yang tepat dan prestasi yang dihargai oleh manajer maupun pasien (Swansburg,1996).
Kepuasan kerja juga dapat tercipta apabila iklim organisasi dalam hal ini adalah situasi psikologis dalam pelaksanaan pekerjaan baik dan kondusif. Situasi psikologis yang kondusif dan baik artinya terciptanya komfomitas, kejelasan tanggung jawab, adanya standar dalam bekerja, layaknya penghargan, kejelasan tujuan organisasi, kehangatan dan dukungan antar sesama karyawan serta kepemimpinan yang berkualitas dan mampu diterima oleh seluruh karyawan. Situasi yang demikian akan menyebabkan karyawan merasa dirinya merupakan bagian penting dari organisasi kerja atau perusahaan dan menumbuhkan sikap postif karyawan terhadap kerja. Hal tersebut akan menghasilkan kepuasan yang optimal karyawan pada pekerjaanya dan dia akan lebih berdedikasi serta lebih loyal terhadap perusahannya, sehingga dapat meningkatkan hasil dan kualitas kerja yang maksimal.
Motivasi kerja seorang individu berkaitan dengan kepuasan kerja. Motivasi tidak terbebas dari lingkungan kerja seorang karyawan atau kehidupan pribadinya. Suatu penelitian meta analisis yang belum lama dilakukan menguji sembilan hasil penelitian yang melibatkan 2.237 orang pekerja yang mengungkapkan ada hubungan yang positif dan signifikan antara motivasi dan kepuasan kerja. Karena kepuasan dengan pengawasan juga berkorelasi secara signifikan dengan motivasi, para manajer disarankan untuk mempertimbangkan bagaimana perilaku mereka mempengaruhi kepuasan karyawan. Para manajer secara potensial dapat meningkatkan motivasi para karyawan melalui usaha untuk meningkatkan kepuasan kerja (Kreitner & Kinicki, 2005).
Peran Manajer Keperawatan dalam meningkatkan kepuasan kerja perawat :
• bersikap empati, mendengar dan tanggap terhadap semua pernyataan orang lain,
• menciptakan situasi yang kondusif dalam komunikasi,
• membaca dan tanggap terhadap situasi yang terjadi dalam ruangan / lingkungan organisasi,
• mengembangkan tim kerja yang efektif,
• mempertahankan dan mengembangkan hubungan profesional antar petugas,
• memberikan umpan balik yang positif,
• mengklarifikasi kejadian yang melibatkan seluruh staf,
• menjadi mediator terjadinya konflik antara staf atau kelompok (Harris & belakley cit. Nursalam, 2002).
Yang Harus dilakukan seorang perawat :
• Melakukan Perawatan diri
• Pertahankan diet dan aktifitas
• Cari aktifitas yang membantu anda untuk dapat santai
• Pisahkan urusan pekerjaan dari kehidupan rumah
• Turunkan harapan yang terlalu tinggi dari diri anda atau orang lain
• Kenali keterbatasan/ kelemahan
• Sadari bahwa bukan hanya anda yang dapat menyelesaiakan semua pekerjaan, belajarlah menghargai kemampuan staf
• Beranilah mengatakan tidak jika anda tidak dapat melaksanakan
• Bersantai, tertawa dan berkumpul bersama teman-teman
• Tanamkan bahwa semua yang anda kerjakan adalah untuk ibadah
Kegiatan yang perlu dilakukan manajer keperawatan untuk menciptakan suasana motivatif :
• Mempunyai harapan yang jelas pada stafnya dan mengkomunikasikan harapan tersebut pada stafnya,
• Mengembangkan konsep tim kerja,
• Hindarkan adanya suatu kelompok / perbedaan antar staf,
• Mintalah tanggapan dan masukan kepada staf terhadap keputusan yang akan dibuat oleh organisasi,
• Ciptakan situasi saling percaya dan kekeluargaan dengan staf
E. MENCEGAH DAN MENGATASI KETIDAK PUASAN KERJA
KEPERAWATAN
Ciri-ciri asuhan keperawatan yang bermutu
1. Memenuhi standar profesi yang ditetapkan.
2. Sumber daya pelayanan asuhan keperawatan dimanfaatkan secara wajar, efektif dan efisien.
3. Aman bagi klien dan tenaga keperawatan.
4. Memuaskan bagi klien dan tenaga keperawatan.
5. Aspek sosial, ekonomi, budaya, agama, etika dan tata nilai masyarakat diperhatikan dan dihormati.
Syarat untuk meningkatkan mutu asuhan keperawatan
1. Pimpinan yang peduli dan mendukung.
2. Ada kesadaran untuk meningkatkan mutu.
3. Tenaga keperawatan yang siap (pengetahuan, sikap, dan ketrampilan).
4. Sarana, perlengkapan, lingkungan yang mendukung.
5. Tersedia dan diterapkan Standar Asuhan Keperawatan.
Standar Asuhan Keperawatan (SAK) (Depkes RI 1997)
• Standar 1 : Pengkajian keperawatan :
a. Pengumpulan Data : menggunakan format yang baku, sistematis, diisi sesuai dengan item yang tersedia, aktual, valid.
b. Pengelompokan Data : data Bio, Psikologis, Sosial, Spiritual.
c. Perumusan Masalah :Kesenjangan status kesehatan dengan norma dan pola fungsi hidup, Perumusan masalah ditunjang oleh data yang telah dikumpulkan.
• Standar 2 : Diagnosa Keperawatan :
a. Diagnosa keperawatan dihubungkan dengan penyebab kesenjangan dan pemenuhan kebutuhan klien.
b. Sesuai dengan wewenang perawat.
c. Komponen PES / PE.
d. Aktual.
e. Potensial.
f. Dapat ditanggulangi oleh perawat.
• Standar 3 : Perencanaan Keperawatan :
a. Prioritas Masalah :
- Mengancam kehidupan.
- Mengancam Kesehatan.
- Mempengaruhi prilaku.
b. Tujuan :
- Spesifik.
- Bisa Diukur.
- Bisa dicapai.
- Realistik.
- Ada batas waktu.
c. Rencana Tindakan :
- Disusun berdasarkan tujuan asuhan keperawatan .
- melibatkan klien/keluarga.
- mempertimbangkan latar belakang budaya klien/keluarga .
- menentukan alternatif tindakan yang tepat .
- mempertimbangkan kebijaksanaan dan peraturan yang berlaku, lingkungan, sumber daya dan fasilitas yang ada .
- menjamin rasa aman dan nyaman bagi klien.
- kalimat instruksi, ringkas, tegas dengan bahasa mudah dimengerti.
• Standar 4 : Imlementasi Keperawatan :
a. Dilaksanakan sesuai dengan rencana keperawatan .
b. Menyangkut keadaan bio-psiko-sosio spiritual klien.
c. Menjelaskan setiap tindakan keperawatan yang akan dilakukan kepada klien/keluarga .
d. Sesuai denagn waktu yang telah ditentukan.
e. Menggunakan sumber daya yang ada.
f. Menerapkan prinsip aseptik dan antiseptik
g. Menerapkan prinsip aman, nyaman, ekonomis, privacy dan mengutamakan keselamatan ........klien
h. Melakukan perbaikan tindakan berdasarkan respon klien.
i. Merujuk bila ada masalah yang mengacam keselamatan klien.
j. Mencatat semua tindakan yang telah dilaksanakan.
k. Merapikan klien dan alat setiap selesai melakukan tindakan.
l. Melaksanakan tindakan keperawatan berpedoman pada prosedur teknis yang telah ditentukan
Intervensi keperawatan berorientasi pada keperawatan dasar yang meliputi :
1. Memenuhi kebutuhan O2:
a. Menyiapakan alat sesuai dengan jenis tindakan dan umur klien.
b. Mengatur posisi klien.
c. Memberikan obat/O2 dengan prinsip 5 tepat dan 1W (tepat klien, tepat obat, tepat dosis, tepat cara, tepat waktu dan waspada terhadap reaksi) .
2. Memenuhi kebutuhan Nutrisi, keseimbangan cairan dan elektrolit:
a. Menyiapkan alat dengan jenis tindakan dan umur klien.
b. Mengatur posisi klien sesuai jenis tindakan .
c. Menberikan cairan dan makanan sesuai program.
d. Mencocokan jenis cairan dan mengobservasi tetesan infus .
e. Memeriksa kondisi darah dan golongan darah sebelum pemberian tranfusi darah .
f. Mengobservasi reaksi klien, tanda- tanda vital selama klien mendapat tranfusi darah.
3. Memenuhi kebutuhan eliminasi:
a. Menyiapkan alat sesuai dengan jenis tindakan dan umur klien.
b. Menperhatikan suhu cairan (pada pemberian huknah).
c. Menjaga privacy klien.
d. Mengobsevasi dan mencatat konsistensi faeces dan keadaan urine.
e. Mengobservasi reaksi klien dan keberhasilan huknah.
4. Memenuhi kebutuhan keamanan:
a. Menerapkan pelaksanaan aseptik dan anti septik dalam setiap tindakan.
b. Memasang alat pengaman pada klien yang tidak sadar, gelisah, anak dan klien usia lanjut .
c. Memberi label ibu dan bayi, sidik jari bayi kaki kanan dan kiri.
d. Menyimpan alat-alat dan obat berbahaya di tempat yang telah disediakan.
e. Menyiapkan lingkungan yang aman, lantai tidak licin, cukup penerangan/ cahaya .
f. Menyediakan alat dalam keadaan siap pakai .
5. Memenuhi kebutuhan kebersihan dan kenyamanan fisik:
a. Memperhatikan privacy klien.
b. Memperhatikan kebersihan perseorangan.
c. Mengganti alat- alat tenun sesuai dengan kebutuhan.
6. Memenuhi kebutuhan istirahat dan tidur:
a. Mengatur posisi yang tepat.
b. Mengatur ventilasi dan penerangan/ cahaya .
c. Mencegah kebisingan suara .
d. Memperhatikan kebersihan lingkungan .
e. Mengatur pelaksanaan pengobatan/tim dalam keperawatan.
f. Mengatur kunjungan visite dokter .
g. Mencegah tamu diluar jam kunjungan .
h. Mengoservasi respons klien .
7. Memenuhi kebutuhan gerak dan kegiatan jasmani:
a. Mengatur posisi sesuai dengan kebutuhan.
b. Memperhatikan reaksi klien.
8. Memenuhi kebutuhan spiritual:
a. Menyediakan sarana ibadah sesuai kebutuhan klien .
b. Membantu klien beribadah.
c. Mendampingi klien saat mendapat bimbingan spiritual.
9. Memenuhi kebutuhan emosional:
a. Memperhatikan kebutuhan klien.
b. Mendengarkan keluhan klien.
c. Memberikan penjelasan tentang tindakan, pengobatan yang akan dilakukan.
d. Melaksanakan program orientasi kepada klien dan keluarganya.
10. Memenuhi kebutuhan komunikasi:
a. Menggunakan bahasa sederhana dan mudah dimengerti.
b. Memberi penjelasan dengan singkat dan jelas.
c. Memperhatikan intonasi suara.
d. Memperhatikan pesan- pesan klien.
e. Membantu dan memberi kemudahan kepada klien dan keluarga untuk berkomunikasi.
11. Mencegah dan mengatasi reaksi fisiologis:
a. Mengobservasi tanda- tanda vital sesuai kebutuhan dan kondisi klien.
b. Melakukan test alergi pada setiap pemberian obat tertentu dan dicatat hasilnya.
c. Mengobservasi reaksi klien.
12. Memenuhi kebutuhan pengobatan dan membantu proses penyembuhan:
- Melaksanakan tindakan perawatan dan program pengobatan dengan memperhatikan prinsip 5 tepat dan 1 W (tepat pasien, tepat obat, tepat waktu, tepat dosis, tepat cara dan waspada terhadap reaksi) ekonomis dan aman bagi klien.
13. Memenuhi kebutuhan penyuluhan:
a. Mengidentifikasi kebutuhan penyuluhan.
b. Melaksanakan penyuluhan sesuai dengan kebutuhan .
c. Menggunakan bahasa yang dapat dimengerti.
14. Memenuhi kebutuhan rehabilitatif:
a. Menyiapkan alat sesuai kebutuhan.
b. Melatih pergerakan mobilisasi klien sedini mungkin sesuai kondisi klien, baik secara aktif maupun pasif.
c. Membantu dan melatih klien menggunakan alat bantu sesuai kondisi.
d. Mengobservasi reakai klien.
• Standar 5 Evaluasi Keperawatan:
a. Setiap tindakan keperawatan dilakukan evaluasi.
b. Evaluasi hasil menggunakan indikator yang ada pada rumusan tujuan.
c. Hasil evaluasi segera di catatat dan dikomunikasikan.
d. Evaluasi melibatkan klien, keluarga dan tim kesehatan.
• Standar 6 Catatan Asuhan Keperawatan :
a. Evaluasi dilakukan sesuai dengan standar.
b. Dilakukan sesama klien dirawat inap dan rawat jalan .
c. Dapat digunakan sebagai bahan informasi, komunikasi dan laporan .
d. Dilakukan segera setelah tindakan dilaksanakan.
e. Penulisanya harus jelas dan ringkas serta menggunakan istilah yang baku .
f. Sesuai dengan pelaksanaan proses keperawatan .
g. Setiap pencatatan harus mencantumkan initial/paraf/nama perawat. yang melaksanakan tindakan dan waktunya.
h. Menggunakan formulir yang baku.
i. Disimpan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Kualitas pelayanan yang sesuai kebutuhan masyarakat merupakan hal yang mutlak diperlukan, dengan demikian menuntut kita bersikap hati-hati dan teliti dari pemberi pelayanan serta harus didasari pula dengan pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang sejalan dengan kewenangan akan tugas yang diemban .
Keperawatan sebagai salah satu bagian integral dari pelayanan kesehatan, harus mampu untuk menempatkan diri pada posisi yang tepat agar mampu untuk memberikan pelyanan yang berkualitas kepada klien, dan juga mampu memberikan jaminan keamanan dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya. Sebagai upaya untuk dapat memberikan pelayanan dengan penuh tanggung jawab dan tanggung gugat, salah satu langkah yang bisa ditempuh adalah dengan terselenggaranya kegiatan pencatatan dan pelaporan yang baik dan benar, yang didalam keperawatan kegiatan ini lebih spesifik pada kegiatan Pendokumentasian Proses Keperawatan .
Dokumentasi Proses Keperawatan
- Dokumentasi adalah segala sesuatu yang tertulis yang dapat diandalkan sebagai catatan tentang bukti bagi individu yang berwenang.
- Dokumentasi Keperawatan adalah merupakan data yang lengkap, nyata dan tercatat bukan hanya tentang tingkat kesakitan dari pasien, tetapi juga jenis/tipe, kualitas dan kuantitas pelayanan kesehatan dalam memenuhi kebutuhan pasien (Fisbach, 1991).
Tujuan Dokumentasi Proses Keperawatan
1. Sebagai wahana komunikasi
Dokumentasi yang dikomunikasikan secara akurat dan lengkap dapat berguna untuk:
a. Membantu koordinasi asuhan keperawatan yang diberikan oleh team kesehatan .
b. Mencegah informasi yang berulang terhadap pasien atau anggota team kesehatan yang lain, serta mencegah tindakan tupang tindih atau bahkan tidak sama sekali dilakukan .
c. Mengurangi kesalahan dan meningkatkan ketelitian dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien .
d. Membantu team/perawat dalam menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya, karena mencegah tindakan yang berulang .
2. Menunjukkan akontabilitas (Mekanisme pertanggung gugatan)
• Dokumentasi dapat dijadikan sebagai Settle Concern artinya dapat digunakan untuk menjawab ketidakpuasan klien terhadap pelayanan yang diterima .
• Lebih jauh dalam istilah peradilan ungkapan:”Good notes will save you, poor notes will discredit you, No notes will destroy you”.
3. Dokumentasi digunakan dalam kegiatan penelitian .
4. Berguna sebagai data statistik .
5. Dokumentasi sebagai sarana penelitian.
6. Berguna sebagai jaminan kualitas pelayanan .
7. Memberi pelayanan yang berkelanjutan.
Prinsip Dokumentasi
Carpenito (1991) Dalam membuat dokumentasi harus memperhatikan aspek-aspek:
- Keakuratan data (Accuracy)
- Breavity (Ringkas)
- Legibility (mudah dibaca)
1. Dokumentasi merupakan suatu bagian integral dari pemberian asuhan keperawatan.
Kerangka kerja dokumentasi didasarkan pada kerangka kerja proses keperawatan .
2. Praktek dokumentasi adalah konsisten.
Perlu adanya kebijakan-kebijakan yang mengatur praktek pendokumentasian proses keperawatan:
• Who (siapa yang mendokumentasikan)
• What (apa yang harus dicantumkan dan dihindarkan)
• When (dimana dokumentasi dibuat, berkaitan dgn format)
• How (cara, bagaimana bentuk- bentuk pendokumentasian).
3. Tersedianya format dalam praktek dokumentasi
• Dapat memberikan kerangka kerja bagi terselenggaranya suatu bentuk dokumentasi .
• Format harusnya mengikuti fungsi .
• Adapun bentuk – bentuk format dalam dokumentasi dilihat dari jenis/tipe pendokumentasian.
4. Dokumentasi hanya dibuat oleh orang yang melakukan tindakan atau mengobservasi langsung
5. Dokumentasi harus dibuat sesegera mungkin.
6. Catatan harus ditulis secara kronologis .
7. Penulisan singkatan harus dilakukan umum dan seragam.
8. Masukkan tanggal, jam, tanda tangan dan initial penulis .
9. Catatan harus akurat, benar, komplit, jelas, ringkas, dapat dibaca, dan ditulis dengan tinta .
10. Dokumentasi adalah rahasia dan dapat diselamatkan .
PENDOKUMENTASIAN YANG EFEKTIF:
• Menggunakan standar terminologi .
• Data yang bermanfaat dan relevan dikumpulkan kemudian dicatat sesuai dengan prosedur dalam catatan yang permanen .
• Diagnosa keperawatan di susun berdasarkan klasifikasi dan analisa data yang akurat .
• Rencana tindakan keperawatan ditulis dan dicatat sebagai bagian dari catatan yang permanen .
• Observasi dicatat secara akurat, lengkap dan sesuai urutan waktu .
• Evaluasi dicatat sesuai urutan waktunya .
Pola standar dokumentasi yang efektif:
• Kepatuhan terhadap aturan pendokumentasian yang ditetapkan oleh profesi atau pemerintah .
• Standar profesi keperawatan dituliskan kedalam catatan kesehatan .
• Peraturan tentang praktik keperawatan dapat dilihat pada catatan pelayanan kesehatan .
• Pedoman akreditasi harus diikuti .
DAFTAR PUSTAKA
http://stikesayaniyk.ac.id/web/beritas/view/13
http://jalilachbab.blogspot.com/
http://www.youtube.com/watch?v=BHOh3tftGN8, www.KabariNews.com
Nama : Mochammad Abrianto
Npm : 10507290
Kelas : 3 PA 05
Berdasarkan pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa kepuasan kerja adalah suatu perasaan dan sikap positif karyawan terhadap pekerjaannya, kondisi, situasi kerja, interaksi dan peran karyawan dalam lingkungan kerja yang berkaitkan dengan kebutuhan yang akan dicapai dengan kenyataan yang ada.
A. TEORI – TEORI KEPUASAN KERJA
1.Teori Perbandingan Intrapersonal (Discrepancy Theory)
Kepuasan atau ketidakpuasan yang dirasakan oleh individu merupakan hasil dari perbandingan atau kesenjangan yang dilakukan oleh diri sendiri terhadap berbagai macam hal yang sudah diperolehnya dari pekerjaan dan yang menjadi harapannya. Kepuasan akan dirasakan oleh individu tersebut bila perbedaan atau kesenjangan antara standar pribadi individu dengan apa yang diperoleh dari pekerjaan kecil, sebaliknya ketidakpuasan akan dirasakan oleh individu bila perbedaan atau kesenjangan antara standar pribadi individu dengan apa yang diperoleh dari pekerjaan besar.
2. Teori Keadilan (Equity Theory)
Seseorang akan merasa puas atau tidak puas tergantung apakah ia merasakan adanya keadilan atau tidak atas suatu situasi. Perasaan equity atau inequity atas suatu situasi diperoleh seseorang dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain yang sekelas, sekantor, maupunditempat lain.
3. Teori Dua – Faktor (Two Factor Theory)
Prinsip dari teori ini adalah bahwa kepuasan dan ketidakpuasan kerja merupakan dua hal yang berbeda. Menurut teori ini, karakteristik pekerjaan dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yang satu dinamakan Dissatisfier atau hygiene factors dan yang lain dinamakan satisfier atau motivators.
B DETERMINAN SIKAP KERJA
Satisfier atau motivators adalah faktor-faktor atau situasi yang dibuktikannya sebagai sumber kepuasan kerja yang terdiri dari prestasi, pengakuan, wewenang, tanggungjawab dan promosi. Dikatakan tidak adanya kondisi-kondisi ini bukan berarti membuktikan kondisi sangat tidak puas, tetapi kalau ada, akan membentuk motivasi kuat yang menghasilkan prestasi kerja yang baik. Oleh sebab itu faktor ini disebut sebagai pemuas.
Hygiene factors adalah faktor-faktor yang terbukti menjadi sumber kepuasan, terdiri dari gaji, insentif, pengawasan, hubungan pribadi, kondisi kerja dan status. Keberadaan kondisi-kondisi ini tidak selalu menimbulkan kepuasan bagi karyawan, tetapi ketidakberadaannnya dapat menyebabkan ketidakpuasan bagi karyawan. As’ad (2004, p.104). Sebuah kelompok psikolog Universitas Minnesota pada akhir tahun 1950-an membuat suatu program riset yang berhubungan dengan problem umum mengenai penyesuaian kerja. Program ini mengembangkan sebuah kerangka konseptual yang, diberi nama Theory of Work Adjustment (Wayne dan Cascio, 1990, p.277).
Theory of Work Adjustment didasarkan pada hubungan antara individu dengan lingkungan kerjanya. Hubungan tersebut dimulai ketika individu memperlihatkan kemampuan atau keahlian yang memungkinkan untuk memberikan tanggapan terhadap kebutuhan kerja dari suatu lingkungan kerja. Dari lain pihak, lingkungan kerja menyediakan pendorong atau penghargaan tertentu seperti gaji, status, hubungan pribadi, dan lain-lain dalam hubungannya dengan kebutuhan individu.
Jika individu memenuhi persyaratan kerja, maka karyawan akan dianggap sebagai pekerja-pekerja yang memuaskan dan diperkenankan untuk tetap bekerja di dalam badan usaha. Di lain pihak, jika kebutuhan kerja memenuhi kebutuhan individu atau memenuhi kebutuhan kerja, pekerja dianggap sebagai pekerja-pekerja yang puas.
Individu berharap untuk dievaluasi oleh penyelia sebagai pekerja yang memuaskan ketika kemampuan dan keahlian individu memenuhi persyaratan kerja. Apabila pendorong-pendorong dari pekerjaan memenuhi kebutuhan kerja dari individu, mereka diharapkan untuk jadi pekerja yang puas. Seorang karyawan yang puas dan memuaskan diharapkan untuk melaksanakan pekerjaannya. Jika kemampuan dan persyaratan kerja tidak seimbang, maka pengunduran diri, tingkat pergantian, pemecatan dan penurunan jabatan dapat terjadi. Model Theory of Work Adjustment mengukur 20 dimensi yang menjelaskan 20 kebutuhan elemen atau kondisi penguat spesifik yang penting dalam menciptakan kepuasan kerja. Dimensi-dimensi tersebut dijelaskan sebagai berikut:
a. Ability Utilization adalah pemanfaatan kecakapan yang dimiliki oleh karyawan.
b. Achievement adalah prestasi yang dicapai selama bekerja.
c. Activity adalah segala macam bentuk aktivitas yang dilakukan dalam bekerja.
d. Advancement adalah kemajuan atau perkembangan yang dicapai selama bekerja.
e. Authority adalah wewenang yang dimiliki dalam melakukan pekerjaan.
f. Company Policies and Practices adalah kebijakan yang dilakukan adil bagi karyawan.
g. Compensation adalah segala macam bentuk kompensasi yang diberikan kepada para karyawan.
h. Co-workers adalah rekan sekerja yang terlibat langsung dalam pekerjaan.
i. Creativity adalah kreatifitas yang dapat dilakukan dalam melakukan pekerjaan.
j. Independence adalah kemandirian yang dimiliki karyawan dalam bekerja.
k. Moral values adalah nilai-nilai moral yang dimiliki karyawan dalam melakukan pekerjaannya seperti rasa bersalah atau terpaksa.
l. Recognition adalah pengakuan atas pekerjaan yang dilakukan.
m. Responsibility, tanggung jawab yang diemban dan dimiliki.
n. Security, rasa aman yang dirasakan karyawan terhadap lingkungan kerjanya.
o. Social Service adalah perasaan sosial karyawan terhadap lingkungan kerjanya.
p. Social Status adalah derajat sosial dan harga diri yang dirasakan akibat dari pekerjaan.
q. Supervision-Human Relations adalah dukungan yang diberikan oleh badan usaha terhadap pekerjanya.
r. Supervision-Technical adalah bimbingan dan bantuan teknis yang diberikan atasan kepada karyawan.
s. Variety adalah variasi yang dapat dilakukan karyawan dalam melakukan pekerjaannya.
t. Working Conditions, keadaan tempat kerja dimana karyawan melakukan pekerjaannya.
Hipotesis pokok dart Theory of Work Adjustment adalah bahwa kepuasan kerja merupakan fungsi dari hubungan antara sistem pendorong dari lingkungan kerja dengan kebutuhan individu
Dampak Kepuasan dan Ketidakpuasan Kerja
1. Produktifitas atau kinerja (Unjuk Kerja)
Lawler dan Porter mengharapkan produktivitas yang tinggi menyebabkan peningkatan dari kepuasan kerja hanya jika tenaga kerja mempersepsikan bahwa ganjaran instrinsik dan ganjaran ekstrinsik yang diterima kedua-duanya adil dan wajar dan diasosiasikan dengan unjuk kerja yang unggul. Jika tenaga kerja tidak mempersepsikan ganjaran intrinsik dan ekstrinsik yang berasosiasi dengan unjuk kerja, maka kenaikan dalam unjuk kerja tidak akan berkorelasi dengan kenaikan dalam kepuasan kerja. Asad (2004, p. 113).
2. Ketidakhadiran dan Turn Over
Porter & Steers mengatakan bahwa ketidakhadiran dan berhenti bekerja merupakan jenis jawaban yang secara kualitatif berbeda. Ketidakhadiran lebih bersifat spontan sifatnya dan dengan demikian kurang mungkin mencerminkan ketidakpuasan kerja. dalam Asad (2004, p.115). Lain halnya dengan berhenti bekerja atau keluar dari pekerjaan, lebih besar
kemungkinannya berhubungan dengan ketidakpuaan kerja. Menurut Robbins (1996) ketidakpuasan kerja pada tenaga kerja atau karyawan dapat diungkapkan ke dalam berbagai macam cara. Misalnya, selain meninggalkan pekerjaan, karyawan dapat mengeluh, membangkang, mencuri barang milik organisasi, menghindari sebagian dari tanggung jawab pekerjaan mereka.
Empat cara mengungkapkan ketidakpuasan karyawan, (p. 205) :
1. Keluar (Exit): Ketidakpuasan kerja yang diungkapkan dengan meninggalkan pekerjaan. Termasuk mencari pekerjaan lain.
2. Menyuarakan (Voice): Ketidakpuasan kerja yang diungkap melalui usaha aktif dan konstruktif untuk memperbaiki kondisi termasuk memberikan saran perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasannya.
3. Mengabaikan (Neglect): Kepuasan kerja yang diungkapkan melalui sikap membiarkan keadaan menjadi lebih buruk, termasuk misalnya sering absen atau dating terlambat, upaya berkurang, kesalahan yang dibuat makin banyak.
4. Kesetiaan (Loyalty): Ketidakpuasan kerja yang diungkapkan dengan menunggu secara pasif sampai kondisinya menjadi lebih baik, termasuk membela perusahaan terhadap kritik dari luar dan percaya bahwa organisasi dan manajemen akan melakukan hal yang tepat untuk memperbaiki kondisi.
5. Kesehatan
Meskipun jelas bahwa kepuasan kerja berhubungan dengan kesehatan, hubungan kausalnya masih tidak jelas. Diduga bahwa kepuasan kerja menunjang tingkat dari fungsi fisik mental dan kepuasan sendiri merupakan tanda dari kesehatan. Tingkat dari kepuasan kerja dan kesehatan mungkin saling mengukuhkan sehingga peningkatan dari yang satu dapat meningkatkan yang lain dan sebaliknya penurunan yang satu mempunyai akibat yang negatif
. Pengertian Sikap Kerja Perawat
Gibson (1997), menjelaskan sikap sebagai perasaan positif atau negatif atau keadaan mental yang selalu disiapkan, dipelajari dan diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh khusus pada respon seseorang terhadap orang, obyek ataupun keadaan. Sikap lebih merupakan determinan perilaku sebab, sikap berkaitan dengan persepsi, kepribadian dan motivasi.
sada (2000), menjelaskan sikap kerja adalah tindakan yang akan diambil karyawan dan segala sesuatu yang harus dilakukan karyawan tersebut yang hasilnya sebanding dengan usaha yang dilakukan. Misalnya, jika membagi tanggung jawab antara manajemen puncak dengan karyawan dari sudut pandang pekerjaan. Keduanya jelas berbeda. Manajemen harus menanggung tanggung jawab atas produk atau jasa tetapi karyawan hanya menanggung proses bagaimana membuat produk atau jasa tersebut. Jika prosesnya benar maka hasilnya tentu akan baik.
ikap kerja bisa dijadikan indikator apakah suatu pekerjaan berjalan lancar atau tidak. Jika sikap kerja dilaksanakan dengan baik pekerjaan akan berjalan lancar. Jika tidak berarti akan mengalami kesulitan. Tetapi harus diingat, bukan berarti adanya kesulitan karena tidak dipatuhinya sikap kerja, melainkan ada masalah lain lagi dalam hubungan antara karyawan yang akibatnya sikap kerjanya diabaikan. Harus selalu diingat proses akan menentukan hasil akhir.
Aniek (2005) menjelaskan sikap kerja sebagai kecenderungan pikiran dan perasaan puas atau tidak puas terhadap pekerjaannya. Indikasi karyawan yang merasa puas pada pekerjaannya akan bekerja keras, jujur, tidak malas dan ikut memajukan perusahaana. Sebaliknya karyawan yang tidak puas pada pekerjaannya akan bekerja seenaknya, mau bekerja kalau ada pengawasan, tidak jujur, yang akhirnya dapat merugikan perusahaan.
Sikap kerja yang ditunjukkan perwat di rumah sakit adalah pelayanan perawatan. Setyaningsih (2003), menjelaskan pelayanan keperawatan sebagai bagian penting dari pelayanan kesehatan yang meliputi aspek bio-psiko-sosial-spiritual yang komprehensif yang ditunjukkan kepada individu, keluarga atau masyarakat yang sehat maupun sakit yang mencakup siklus hidup manusia. International Council of Nurses (Setianingsih, 2003), menjelaskan bahwa keperawatan adalah fungsi yang unik membantu individu yang sakit atau sehat dengan penampilan kegiatan yang berhubungan dengan keehatan atau penyembuhan sampai individu yang bersangkutan mampu merawat kesehatannya sendiri apabila memilki kekuatan, kekuatan dan pengetahuan. Sedangkan dari hasil lokakarya keperawatan pada bulan Januari 1983 (Setianingsih, 2003) dirumuskan definisi keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan di bidang kesehatan yang didasari ilmu dan kiat keperawatan yang ditujukan kepada individu, keluarga, masyarakat baik yang sakit maupun yang sehat sejak lahir sampai meninggal. Kegiatan pelayanan meliputi upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan serta pemeliharaan kesehatan sesuai dengan wewenang, tanggung jawab serta etika profesi keperawatan.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa sikap kerja perawat adalah tindakan yang diambil perawat dalam kegiatan pelayanan sesuai dengan etika dan wewenang profesi keperawatan sebagai wujud dari kecenderungan perasaan puas atau tidak puas terhadap pekerjaannya
.
. Faktor-faktor Sikap Kerja
Blum And Naylor (Aniek, 2005) berpendapat bahwa faktor yang mempengaruhi sikap kerja adalah:
a. Kondisi kerja.
Situasi kerja yang meliputi lingkungan fisik ataupun lingkungan sosial yang menjamin akan mempengaruhi kenyamanan dalam bekerja. Adanya rasa nyaman akan mempengaruhi semangat dan kualitas karyawan.
b. Pengawasan atasan.
Seorang pimpinan yang melakukan pengawasan terhadap karyawan dengan baik dan penuh perhatian pada umumnya berpengaruh terhadap sikap dan semangat kerja karyawan.
c. Kerja sama dari teman sekerja.
Adanya teman sekerja yang dapat bekerja sama akan sangat mendukung kualitas dan prestasi dalam menyelesaikan pekerjaan.
d. Keamanan.
Adanya rasa aman yang tercipta serta lingkungan yang terjaga akan menjamin dan menambah ketenangan dalam bekerja.
e. Kesempatan untuk maju.
Adanya jaminan masa depan yang lebih baik dalam hal karier baik promosi jabatan dan jaminan hari tua.
f. Fasilitas kerja
Tersedianya fasilitas-fasilitas yang digunakan karyawan dalam pekerjaannya.
g. Gaji
asa senang terhadap imbalan yang diberikan perusahaan baik yang berupa gaji pokok, tunjangan dan sebagainya yang akan mempengaruhi sikap karyawan dalam menyelesaikan pekerjaannya.
Berdasar uraian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi sikap kerja karyawan adalah kondisi kerja, pengawasan atasan, kerjasama dari teman sekerja, keamanan, kesempatan untuk maju, fasilitas kerja dan upah /gaji
3. Aspek-aspek Pendukung Sikap Kerja
Osada (2000), menguraikan tentang aspek-aspek yang mendukung sikap kerja karyawan. Aspek-aspek sikap kerja tersebut dibagi menjadi 5 hal penting, yaitu:
C. PENGUKURAN SIKAP KERJA
a. Pemilahan (seiri)
Pemilahan berarti memilah segala sesuatu dengan aturan atau prinsip tertentu. Langkah yang harus ditempuh adalah membagi segala sesuatu ke dalam kelompok sesuai dengan urutan kepentingannya dan membaginya dengan memutuskan mana yang penting dan mana yang sangat penting. Pemilahan merupakan dasar dari sikap kerja.
b. Penataan (seiton)
Penataan bertujuan untuk menghilangkan proses pencarian. Yang diutamakan adalah penghapusan proses pencarian dan manajemen fungsional dengan cara mendasarkan pada seberapa banyak yang bisa disimpan dalam pikir/otak dan bertindak dengan cepat.
c. Pembersihan (seiso)
Pembersihan merupakan salah satu bentuk pemeriksaan. Yang diutamakan dalam pembersihan adalah pemeriksaan terhadap tindakan yang dilakukan dan menciptakan sikap kerja yang tidak memiliki cacat ataupun cela. Prinsipnya adalah pemeriksaan dan tingkat kebersihan.
d. Pemantapan (seiketsu)
Pemantapan berarti terus menerus dan secara berulang-ulang memelihara pemilahan, penataan dan pembersihannya.. Prinsip dari pemantapan adalah inovasi dan manajemen diri untuk mencapai dan memelihara kondisi yang sudah dimantapkan sehingga dapat bertindak dengan cepat.
e. Pembiasaan (shitsuke)
Pembiasaan berarti menanamkan kemampuan untuk melakukan sesuatu dengan cara yang benar. Prinsip yang digunakan adalah menciptakan suatu sikap kerja yang sesuai lewat kebiasaan dan perilaku yang baik sehingga nantinya karyawan dapat bekerja dengan baik dan mematuhi peraturan.
Berdasar uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek yang mendukung sikap kerja antara lain pemilahan, penataan, pembersihan, pemantapan dan pembiasaan. Tujuannya menciptakan suatu sikap kerja yang sesuai kebiasaan yang baik dan perilaku yang baik sehingga karyawan dapat bekerja dengan lancar dan mematuhi peraturan.
Contohnya
Perawat di rumah sakit. Gambaran seperti ini dapat dilihat dengan klik link di bawah ini :
http://www.youtube.com/watch?v=BHOh3tftGN8, www.KabariNews.com
f. Fasilitas kerja
Tersedianya fasilitas-fasilitas yang digunakan karyawan dalam pekerjaannya.
g. Gaji
asa senang terhadap imbalan yang diberikan perusahaan baik yang berupa gaji pokok, tunjangan dan sebagainya yang akan mempengaruhi sikap karyawan dalam menyelesaikan pekerjaannya.
Berdasar uraian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi sikap kerja karyawan adalah kondisi kerja, pengawasan atasan, kerjasama dari teman sekerja, keamanan, kesempatan untuk maju, fasilitas kerja dan upah /gaji
D. Hubungan Pelaksanaan Kerja & Kepuasan Kerja
Adanya tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan memberikan dampak sekaligus tantangan bagi rumah sakit. Tantangan ini memaksa rumah sakit untuk mengembangkan kemampuannya dalam berbagai aspek terutama kemampuan sumber daya manusia sebagai aset utama rumah sakit dalam mewujudkan pelayanan yang memuaskan masyarakat.
Pelayanan keperawatan merupakan bagian integral pelayanan kesehatan rumah sakit yang akan mendukung proses penyembuhan dan pemulihan kesehatan pasien yang dirawat. Huber (1996) melaporkan 90% dari pelayanan kesehatan di rumah sakit adalah pelayanan keperawatan. Pelayanan keperawatan berorientasi pada pemenuhan kebutuhan pasien selama 24 jam. Hal ini menunjukkan bahwa pelayanan keperawatan merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan, karena membutuhkan waktu yang panjang untuk melayani pasien. Dengan demikian perawat membutuhkan lingkungan kerja yang baik. Karena lingkungan kerja merupakan lingkungan internal dalam sebuah organisasi yang mempengaruhi perilaku perawat dalam menjalankan tugasnya.
Karyawan perlu diberi motivasi agar mereka terpacu untuk membuat pilihan yang positif dan bekerja keras sehingga dapat mencapai tujuan dan kepuasan karyawan. Untuk memenuhi kebutuhan yang dapat memuaskan karyawan, organisasi tidak hanya memikirkan kebutuhan fisik seperti gaji, insentif, bonus, tunjangan perumahan, kesehatan, transportasi dan pendidikan, tetapi juga kebutuhan psikis lain yang sering kali tidak tergantikan oleh uang yaitu kebahagiaan, rasa nyaman, rasa diterima, dan aktualisasi diri. Kepuasan kerja juga merupakan faktor penting dalam menghasilkan kinerja. Adanya kepuasan kerja akan berpengaruh pada produktifitas dan prestasi kerja karyawan akan meningkat secara optimal.
Organisasi yang ingin lebih maju dan berkembang akan memikirkan kepuasan kerja para karyawannya. Kepuasan kerja yang diperoleh akan menimbulkan semangat karyawan untuk bekerja lebih baik lagi. Bila karyawan dalam suatu organisasi tidak mendapatkan kepuasan mereka cenderung akan mencari organisasi lain yang mampu memberikan kepuasan ataupun melakukan tindakan-tindakan untuk meminta perhatian pada organisasi agar memikirkan kepuasan karyawannya. Kepuasan kerja dapat dijadikan aspek untuk melihat kondisi suatu organisasi. Kepuasan kerja yang rendah menimbulkan dampak negatif seperti mangkir kerja, kesehatan tubuh menurun, kecelakaan kerja, pencurian (Robbins, 2006).
Menurut Handoko (1995) kepuasan kerja dipengaruhi oleh karakteristik pekerja, karakteristik pekerjaannya dan karakteristik lingkungan kerja. Kepuasan kerja dipengaruhi searah oleh umur dan jenjang pekerjaan. Semakin tua umur pekerja cenderung lebih terpuaskan dengan pekerjaan mereka, dan semakin tinggi jenjang pekerjaan karyawan semakin puas. Selain itu kepuasan kerja mempunyai hubungan terbalik dengan besar organisasi, yaitu semakin besar organisasi kepuasan kerja cenderung turun, disebabkan longgarnya sistem partisipasi dan komunikasi serta hilangnya peranan pada tiap karyawan.
Indikator yang mempengaruhi kepuasan kerja menurut Luthans (1997) terdiri atas lima indikator, yaitu :
1. Pembayaran, seperti gaji dan upah. Karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang dipersepsikan sebagai adil, tidak meragukan dan segaris dengan pengharapannya. Bila upah dilihat sebagai adil yang didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat ketrampilan individu, dan standar pengupahan komunitas kemungkinan besar akan dihasilkan kepuasan.
2. Pekerjaan itu sendiri, karyawan cenderung menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi kesempatan untuk menggunakan kemampuan dan ketrampilannya, kebebasan, dan umpan balik mengenahi betapa baik mereka bekerja. Karakteristik ini membuat kerja lebih menantang. Pekerjaan yang kurang menantang menciptakan kebosanan, tetapi yang terlalu banyak menantang juga dapat menciptakan frustasi dan perasaan gagal.
3. Rekan kerja, bagi kebanyakan karyawan, kerja juga mengisi kebutuhan akan interaksi sosial. Oleh karena itu tidaklah mengejutkan bila mempunyai rekan kerja yang ramah dan mendukung menghantar ke kepuasan kerja yang meningkat.
4. Promosi pekerjaan, promosi terjadi pada saat seorang karyawan berpindah dari satu pekerjaan ke posisi lainnya yang lebih tinggi, dengan tanggung jawab dan jenjang organisasionalnya. Pada saat dipromosikan karyawan umumnya menghadapi peningkatan tuntutan dan keahlian, kemampuan dan tanggung jawab. Sebagian bersar karyawan merasa positif karena dipromosikan. Promosi memungkinkan organisasi untuk mendayagunakan kemampuan dan keahlian karyawan setinggi mungkin.
5. Kepenyeliaan (supervisi), supervisi mempunyai peran yang penting dalam manajemen. Supervisi berhubungan dengan karyawan secara langsung dan mempengaruhi karyawan dalam melakukan pekerjaannya. Umumnya karyawan lebih suka mempunyai supervisi yang adil, terbuka dan mau bekerjasama dengan bawahan.
Adanya kepuasan kerja, menurut Lateiner dan Levine (1971), karyawan akan merasa senang dalam bekerja sehingga akan menimbulkan aktifitas dan sikap yang positif dalam bekerja, serta adanya keterikatan dengan perusahaan dan perasaan selalu ingin dalam lingkungan perusahaan tersebut. Sedangkan ketidakpuasan dapat mengakibatkan rendahnya keterikatan dengan perusahaan yang diwujudkan dalam perilaku penarikan diri dari pekerjaannya, kurang terlibat dalam pekerjaan, tingkat absensi maupun turn over yang tinggi.
Perawat pelaksana menginginkan iklim yang memberikan kepuasan kerja. Kepuasan kerja tercapai jika iklim dapat memberikan kondisi kerja yang baik, gaji yang tinggi, kesempatan untuk mengembangkan profesionalitas, tantangan, kesempatan dalam pengambilan keputusan, staffing yang tepat dan prestasi yang dihargai oleh manajer maupun pasien (Swansburg,1996).
Kepuasan kerja juga dapat tercipta apabila iklim organisasi dalam hal ini adalah situasi psikologis dalam pelaksanaan pekerjaan baik dan kondusif. Situasi psikologis yang kondusif dan baik artinya terciptanya komfomitas, kejelasan tanggung jawab, adanya standar dalam bekerja, layaknya penghargan, kejelasan tujuan organisasi, kehangatan dan dukungan antar sesama karyawan serta kepemimpinan yang berkualitas dan mampu diterima oleh seluruh karyawan. Situasi yang demikian akan menyebabkan karyawan merasa dirinya merupakan bagian penting dari organisasi kerja atau perusahaan dan menumbuhkan sikap postif karyawan terhadap kerja. Hal tersebut akan menghasilkan kepuasan yang optimal karyawan pada pekerjaanya dan dia akan lebih berdedikasi serta lebih loyal terhadap perusahannya, sehingga dapat meningkatkan hasil dan kualitas kerja yang maksimal.
Motivasi kerja seorang individu berkaitan dengan kepuasan kerja. Motivasi tidak terbebas dari lingkungan kerja seorang karyawan atau kehidupan pribadinya. Suatu penelitian meta analisis yang belum lama dilakukan menguji sembilan hasil penelitian yang melibatkan 2.237 orang pekerja yang mengungkapkan ada hubungan yang positif dan signifikan antara motivasi dan kepuasan kerja. Karena kepuasan dengan pengawasan juga berkorelasi secara signifikan dengan motivasi, para manajer disarankan untuk mempertimbangkan bagaimana perilaku mereka mempengaruhi kepuasan karyawan. Para manajer secara potensial dapat meningkatkan motivasi para karyawan melalui usaha untuk meningkatkan kepuasan kerja (Kreitner & Kinicki, 2005).
Peran Manajer Keperawatan dalam meningkatkan kepuasan kerja perawat :
• bersikap empati, mendengar dan tanggap terhadap semua pernyataan orang lain,
• menciptakan situasi yang kondusif dalam komunikasi,
• membaca dan tanggap terhadap situasi yang terjadi dalam ruangan / lingkungan organisasi,
• mengembangkan tim kerja yang efektif,
• mempertahankan dan mengembangkan hubungan profesional antar petugas,
• memberikan umpan balik yang positif,
• mengklarifikasi kejadian yang melibatkan seluruh staf,
• menjadi mediator terjadinya konflik antara staf atau kelompok (Harris & belakley cit. Nursalam, 2002).
Yang Harus dilakukan seorang perawat :
• Melakukan Perawatan diri
• Pertahankan diet dan aktifitas
• Cari aktifitas yang membantu anda untuk dapat santai
• Pisahkan urusan pekerjaan dari kehidupan rumah
• Turunkan harapan yang terlalu tinggi dari diri anda atau orang lain
• Kenali keterbatasan/ kelemahan
• Sadari bahwa bukan hanya anda yang dapat menyelesaiakan semua pekerjaan, belajarlah menghargai kemampuan staf
• Beranilah mengatakan tidak jika anda tidak dapat melaksanakan
• Bersantai, tertawa dan berkumpul bersama teman-teman
• Tanamkan bahwa semua yang anda kerjakan adalah untuk ibadah
Kegiatan yang perlu dilakukan manajer keperawatan untuk menciptakan suasana motivatif :
• Mempunyai harapan yang jelas pada stafnya dan mengkomunikasikan harapan tersebut pada stafnya,
• Mengembangkan konsep tim kerja,
• Hindarkan adanya suatu kelompok / perbedaan antar staf,
• Mintalah tanggapan dan masukan kepada staf terhadap keputusan yang akan dibuat oleh organisasi,
• Ciptakan situasi saling percaya dan kekeluargaan dengan staf
E. MENCEGAH DAN MENGATASI KETIDAK PUASAN KERJA
KEPERAWATAN
Ciri-ciri asuhan keperawatan yang bermutu
1. Memenuhi standar profesi yang ditetapkan.
2. Sumber daya pelayanan asuhan keperawatan dimanfaatkan secara wajar, efektif dan efisien.
3. Aman bagi klien dan tenaga keperawatan.
4. Memuaskan bagi klien dan tenaga keperawatan.
5. Aspek sosial, ekonomi, budaya, agama, etika dan tata nilai masyarakat diperhatikan dan dihormati.
Syarat untuk meningkatkan mutu asuhan keperawatan
1. Pimpinan yang peduli dan mendukung.
2. Ada kesadaran untuk meningkatkan mutu.
3. Tenaga keperawatan yang siap (pengetahuan, sikap, dan ketrampilan).
4. Sarana, perlengkapan, lingkungan yang mendukung.
5. Tersedia dan diterapkan Standar Asuhan Keperawatan.
Standar Asuhan Keperawatan (SAK) (Depkes RI 1997)
• Standar 1 : Pengkajian keperawatan :
a. Pengumpulan Data : menggunakan format yang baku, sistematis, diisi sesuai dengan item yang tersedia, aktual, valid.
b. Pengelompokan Data : data Bio, Psikologis, Sosial, Spiritual.
c. Perumusan Masalah :Kesenjangan status kesehatan dengan norma dan pola fungsi hidup, Perumusan masalah ditunjang oleh data yang telah dikumpulkan.
• Standar 2 : Diagnosa Keperawatan :
a. Diagnosa keperawatan dihubungkan dengan penyebab kesenjangan dan pemenuhan kebutuhan klien.
b. Sesuai dengan wewenang perawat.
c. Komponen PES / PE.
d. Aktual.
e. Potensial.
f. Dapat ditanggulangi oleh perawat.
• Standar 3 : Perencanaan Keperawatan :
a. Prioritas Masalah :
- Mengancam kehidupan.
- Mengancam Kesehatan.
- Mempengaruhi prilaku.
b. Tujuan :
- Spesifik.
- Bisa Diukur.
- Bisa dicapai.
- Realistik.
- Ada batas waktu.
c. Rencana Tindakan :
- Disusun berdasarkan tujuan asuhan keperawatan .
- melibatkan klien/keluarga.
- mempertimbangkan latar belakang budaya klien/keluarga .
- menentukan alternatif tindakan yang tepat .
- mempertimbangkan kebijaksanaan dan peraturan yang berlaku, lingkungan, sumber daya dan fasilitas yang ada .
- menjamin rasa aman dan nyaman bagi klien.
- kalimat instruksi, ringkas, tegas dengan bahasa mudah dimengerti.
• Standar 4 : Imlementasi Keperawatan :
a. Dilaksanakan sesuai dengan rencana keperawatan .
b. Menyangkut keadaan bio-psiko-sosio spiritual klien.
c. Menjelaskan setiap tindakan keperawatan yang akan dilakukan kepada klien/keluarga .
d. Sesuai denagn waktu yang telah ditentukan.
e. Menggunakan sumber daya yang ada.
f. Menerapkan prinsip aseptik dan antiseptik
g. Menerapkan prinsip aman, nyaman, ekonomis, privacy dan mengutamakan keselamatan ........klien
h. Melakukan perbaikan tindakan berdasarkan respon klien.
i. Merujuk bila ada masalah yang mengacam keselamatan klien.
j. Mencatat semua tindakan yang telah dilaksanakan.
k. Merapikan klien dan alat setiap selesai melakukan tindakan.
l. Melaksanakan tindakan keperawatan berpedoman pada prosedur teknis yang telah ditentukan
Intervensi keperawatan berorientasi pada keperawatan dasar yang meliputi :
1. Memenuhi kebutuhan O2:
a. Menyiapakan alat sesuai dengan jenis tindakan dan umur klien.
b. Mengatur posisi klien.
c. Memberikan obat/O2 dengan prinsip 5 tepat dan 1W (tepat klien, tepat obat, tepat dosis, tepat cara, tepat waktu dan waspada terhadap reaksi) .
2. Memenuhi kebutuhan Nutrisi, keseimbangan cairan dan elektrolit:
a. Menyiapkan alat dengan jenis tindakan dan umur klien.
b. Mengatur posisi klien sesuai jenis tindakan .
c. Menberikan cairan dan makanan sesuai program.
d. Mencocokan jenis cairan dan mengobservasi tetesan infus .
e. Memeriksa kondisi darah dan golongan darah sebelum pemberian tranfusi darah .
f. Mengobservasi reaksi klien, tanda- tanda vital selama klien mendapat tranfusi darah.
3. Memenuhi kebutuhan eliminasi:
a. Menyiapkan alat sesuai dengan jenis tindakan dan umur klien.
b. Menperhatikan suhu cairan (pada pemberian huknah).
c. Menjaga privacy klien.
d. Mengobsevasi dan mencatat konsistensi faeces dan keadaan urine.
e. Mengobservasi reaksi klien dan keberhasilan huknah.
4. Memenuhi kebutuhan keamanan:
a. Menerapkan pelaksanaan aseptik dan anti septik dalam setiap tindakan.
b. Memasang alat pengaman pada klien yang tidak sadar, gelisah, anak dan klien usia lanjut .
c. Memberi label ibu dan bayi, sidik jari bayi kaki kanan dan kiri.
d. Menyimpan alat-alat dan obat berbahaya di tempat yang telah disediakan.
e. Menyiapkan lingkungan yang aman, lantai tidak licin, cukup penerangan/ cahaya .
f. Menyediakan alat dalam keadaan siap pakai .
5. Memenuhi kebutuhan kebersihan dan kenyamanan fisik:
a. Memperhatikan privacy klien.
b. Memperhatikan kebersihan perseorangan.
c. Mengganti alat- alat tenun sesuai dengan kebutuhan.
6. Memenuhi kebutuhan istirahat dan tidur:
a. Mengatur posisi yang tepat.
b. Mengatur ventilasi dan penerangan/ cahaya .
c. Mencegah kebisingan suara .
d. Memperhatikan kebersihan lingkungan .
e. Mengatur pelaksanaan pengobatan/tim dalam keperawatan.
f. Mengatur kunjungan visite dokter .
g. Mencegah tamu diluar jam kunjungan .
h. Mengoservasi respons klien .
7. Memenuhi kebutuhan gerak dan kegiatan jasmani:
a. Mengatur posisi sesuai dengan kebutuhan.
b. Memperhatikan reaksi klien.
8. Memenuhi kebutuhan spiritual:
a. Menyediakan sarana ibadah sesuai kebutuhan klien .
b. Membantu klien beribadah.
c. Mendampingi klien saat mendapat bimbingan spiritual.
9. Memenuhi kebutuhan emosional:
a. Memperhatikan kebutuhan klien.
b. Mendengarkan keluhan klien.
c. Memberikan penjelasan tentang tindakan, pengobatan yang akan dilakukan.
d. Melaksanakan program orientasi kepada klien dan keluarganya.
10. Memenuhi kebutuhan komunikasi:
a. Menggunakan bahasa sederhana dan mudah dimengerti.
b. Memberi penjelasan dengan singkat dan jelas.
c. Memperhatikan intonasi suara.
d. Memperhatikan pesan- pesan klien.
e. Membantu dan memberi kemudahan kepada klien dan keluarga untuk berkomunikasi.
11. Mencegah dan mengatasi reaksi fisiologis:
a. Mengobservasi tanda- tanda vital sesuai kebutuhan dan kondisi klien.
b. Melakukan test alergi pada setiap pemberian obat tertentu dan dicatat hasilnya.
c. Mengobservasi reaksi klien.
12. Memenuhi kebutuhan pengobatan dan membantu proses penyembuhan:
- Melaksanakan tindakan perawatan dan program pengobatan dengan memperhatikan prinsip 5 tepat dan 1 W (tepat pasien, tepat obat, tepat waktu, tepat dosis, tepat cara dan waspada terhadap reaksi) ekonomis dan aman bagi klien.
13. Memenuhi kebutuhan penyuluhan:
a. Mengidentifikasi kebutuhan penyuluhan.
b. Melaksanakan penyuluhan sesuai dengan kebutuhan .
c. Menggunakan bahasa yang dapat dimengerti.
14. Memenuhi kebutuhan rehabilitatif:
a. Menyiapkan alat sesuai kebutuhan.
b. Melatih pergerakan mobilisasi klien sedini mungkin sesuai kondisi klien, baik secara aktif maupun pasif.
c. Membantu dan melatih klien menggunakan alat bantu sesuai kondisi.
d. Mengobservasi reakai klien.
• Standar 5 Evaluasi Keperawatan:
a. Setiap tindakan keperawatan dilakukan evaluasi.
b. Evaluasi hasil menggunakan indikator yang ada pada rumusan tujuan.
c. Hasil evaluasi segera di catatat dan dikomunikasikan.
d. Evaluasi melibatkan klien, keluarga dan tim kesehatan.
• Standar 6 Catatan Asuhan Keperawatan :
a. Evaluasi dilakukan sesuai dengan standar.
b. Dilakukan sesama klien dirawat inap dan rawat jalan .
c. Dapat digunakan sebagai bahan informasi, komunikasi dan laporan .
d. Dilakukan segera setelah tindakan dilaksanakan.
e. Penulisanya harus jelas dan ringkas serta menggunakan istilah yang baku .
f. Sesuai dengan pelaksanaan proses keperawatan .
g. Setiap pencatatan harus mencantumkan initial/paraf/nama perawat. yang melaksanakan tindakan dan waktunya.
h. Menggunakan formulir yang baku.
i. Disimpan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Kualitas pelayanan yang sesuai kebutuhan masyarakat merupakan hal yang mutlak diperlukan, dengan demikian menuntut kita bersikap hati-hati dan teliti dari pemberi pelayanan serta harus didasari pula dengan pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang sejalan dengan kewenangan akan tugas yang diemban .
Keperawatan sebagai salah satu bagian integral dari pelayanan kesehatan, harus mampu untuk menempatkan diri pada posisi yang tepat agar mampu untuk memberikan pelyanan yang berkualitas kepada klien, dan juga mampu memberikan jaminan keamanan dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya. Sebagai upaya untuk dapat memberikan pelayanan dengan penuh tanggung jawab dan tanggung gugat, salah satu langkah yang bisa ditempuh adalah dengan terselenggaranya kegiatan pencatatan dan pelaporan yang baik dan benar, yang didalam keperawatan kegiatan ini lebih spesifik pada kegiatan Pendokumentasian Proses Keperawatan .
Dokumentasi Proses Keperawatan
- Dokumentasi adalah segala sesuatu yang tertulis yang dapat diandalkan sebagai catatan tentang bukti bagi individu yang berwenang.
- Dokumentasi Keperawatan adalah merupakan data yang lengkap, nyata dan tercatat bukan hanya tentang tingkat kesakitan dari pasien, tetapi juga jenis/tipe, kualitas dan kuantitas pelayanan kesehatan dalam memenuhi kebutuhan pasien (Fisbach, 1991).
Tujuan Dokumentasi Proses Keperawatan
1. Sebagai wahana komunikasi
Dokumentasi yang dikomunikasikan secara akurat dan lengkap dapat berguna untuk:
a. Membantu koordinasi asuhan keperawatan yang diberikan oleh team kesehatan .
b. Mencegah informasi yang berulang terhadap pasien atau anggota team kesehatan yang lain, serta mencegah tindakan tupang tindih atau bahkan tidak sama sekali dilakukan .
c. Mengurangi kesalahan dan meningkatkan ketelitian dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien .
d. Membantu team/perawat dalam menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya, karena mencegah tindakan yang berulang .
2. Menunjukkan akontabilitas (Mekanisme pertanggung gugatan)
• Dokumentasi dapat dijadikan sebagai Settle Concern artinya dapat digunakan untuk menjawab ketidakpuasan klien terhadap pelayanan yang diterima .
• Lebih jauh dalam istilah peradilan ungkapan:”Good notes will save you, poor notes will discredit you, No notes will destroy you”.
3. Dokumentasi digunakan dalam kegiatan penelitian .
4. Berguna sebagai data statistik .
5. Dokumentasi sebagai sarana penelitian.
6. Berguna sebagai jaminan kualitas pelayanan .
7. Memberi pelayanan yang berkelanjutan.
Prinsip Dokumentasi
Carpenito (1991) Dalam membuat dokumentasi harus memperhatikan aspek-aspek:
- Keakuratan data (Accuracy)
- Breavity (Ringkas)
- Legibility (mudah dibaca)
1. Dokumentasi merupakan suatu bagian integral dari pemberian asuhan keperawatan.
Kerangka kerja dokumentasi didasarkan pada kerangka kerja proses keperawatan .
2. Praktek dokumentasi adalah konsisten.
Perlu adanya kebijakan-kebijakan yang mengatur praktek pendokumentasian proses keperawatan:
• Who (siapa yang mendokumentasikan)
• What (apa yang harus dicantumkan dan dihindarkan)
• When (dimana dokumentasi dibuat, berkaitan dgn format)
• How (cara, bagaimana bentuk- bentuk pendokumentasian).
3. Tersedianya format dalam praktek dokumentasi
• Dapat memberikan kerangka kerja bagi terselenggaranya suatu bentuk dokumentasi .
• Format harusnya mengikuti fungsi .
• Adapun bentuk – bentuk format dalam dokumentasi dilihat dari jenis/tipe pendokumentasian.
4. Dokumentasi hanya dibuat oleh orang yang melakukan tindakan atau mengobservasi langsung
5. Dokumentasi harus dibuat sesegera mungkin.
6. Catatan harus ditulis secara kronologis .
7. Penulisan singkatan harus dilakukan umum dan seragam.
8. Masukkan tanggal, jam, tanda tangan dan initial penulis .
9. Catatan harus akurat, benar, komplit, jelas, ringkas, dapat dibaca, dan ditulis dengan tinta .
10. Dokumentasi adalah rahasia dan dapat diselamatkan .
PENDOKUMENTASIAN YANG EFEKTIF:
• Menggunakan standar terminologi .
• Data yang bermanfaat dan relevan dikumpulkan kemudian dicatat sesuai dengan prosedur dalam catatan yang permanen .
• Diagnosa keperawatan di susun berdasarkan klasifikasi dan analisa data yang akurat .
• Rencana tindakan keperawatan ditulis dan dicatat sebagai bagian dari catatan yang permanen .
• Observasi dicatat secara akurat, lengkap dan sesuai urutan waktu .
• Evaluasi dicatat sesuai urutan waktunya .
Pola standar dokumentasi yang efektif:
• Kepatuhan terhadap aturan pendokumentasian yang ditetapkan oleh profesi atau pemerintah .
• Standar profesi keperawatan dituliskan kedalam catatan kesehatan .
• Peraturan tentang praktik keperawatan dapat dilihat pada catatan pelayanan kesehatan .
• Pedoman akreditasi harus diikuti .
DAFTAR PUSTAKA
http://stikesayaniyk.ac.id/web/beritas/view/13
http://jalilachbab.blogspot.com/
http://www.youtube.com/watch?v=BHOh3tftGN8, www.KabariNews.com
Langganan:
Postingan (Atom)